bebek rewel

Men are from Mars, Women are from Venus, Duck is from Earth

“Ending” Cerita Doraemon

Ikuti Pemilu Presiden / Wakil Presiden 2009 Versi Doraemon di sini. Jangan lupa gunakan “hak pilih” anda sebagai penggemar Doraemon!!

Bagi para pecinta Doraemon yang ingin melihat-lihat postingan Doraemon lainnya, silahkan klik di sini.

Tertarik melihat Doraemon cosplay seperti gambar di bawah?
Sila klik di sini (ada 50++ gambar “Bukan Doraemon Biasa”!!)

doraemon - super heroes
doraemon – super heroes


Sebagai cerita berseri, sebenarnya tidak pernah ada perkembangan waktu dalam cerita Doraemon. Walau kadang digambarkan terjadinya perubahan musim atau bahkan perubahan tahun (Doraemon pertama kali dikisahkan muncul pada tahun 1969, tapi di salah satu cerita di buku ke 25, jelas-jelas dikatakan saat itu adalah tahun 1982), Nobita dan teman-temannya tidak pernah beranjak dari kelas 4 SD.

Hanya ada 3 versi resmi tentang “tamatnya” Doraemon, masing-masing diterbitkan di majalah Shogaku 4-nensei (kelas 4 SD) pada tahun 1971, 1972 dan 1973. Walau begitu, Doraemon selalu dikisahkan kembali. Tidak pernah ada versi resmi di mana Doraemon benar-benar pergi sampai selama-lamanya. Dengan begitu, cerita tentang tamatnya Doraemon adalah buatan para fans sendiri.

Dari berbagai macam versi, mungkin versi dibawah ini yang paling mengharukan dan paling populer (walau ternyata versi terjemahan di bawah ini sudah disingkat dari versi Jepangnya yang lebih mendetail).

Daku sendiri kadang hampir nangis walau sudah baca berulang-ulang.

Catatan: Cerita sengaja tidak diterjemahkan. Untuk keterangan lebih lanjut mengenai berbagai macam ending Doraemon, lihat wikipedia.
————————————————————————————

One day, a very normal day, Nobita came back from school and went upstairs of his house. Doraemon was there sleeping, just like the other normal day.

“Hey, Doraemon, please wake up, lets play! “, but Doraemon does not wake up.

Nobita thought that Doraemon is tired, so he went out to play with Shizuka-chan and other folks. After few hours, he returned to his home, but Doraemon was still sleeping. Nobita felt something strange, and tried to wake him up. But there was no reply. He became to feel afraid, and tried to wake him up. But whatever he does, Doraemon did not wake up. Nobita exactly knew that something was different.

This never happened before. He began crying, but though he screamed or cried, the famous fat-cat-robot did not make a single move at all. He came up to one idea, and jumped into his desk-the time machine-and went to the future to meet Dorami-chan, Doraemon’s sister. He begged her for help, and forced her to go with him back to 1998.

After a short trip again back to 1998 by the time machine, Dorami-chan looked all over his brother Doraemon to see what was wrong with him. After few minutes, she said “the battery is out”

Nobita was relieved, and said, “Battery? So he is not broken right? Please replace or recharge his battery, and put him back like before.”

But Dorami-chan shook her head and said,”Nobita-san, should I really do that?”

Nobita said, “What? What do you mean?”

Dorami-chan replied, “His main battery is here, close to his pocket. And it ran out. But originally, he had a back-up battery in his ears, but as you know, his ears were eaten by a rat very many years ago, so he does not have a back-up battery now.”

“So what do you mean?”

“I mean, if I replace his battery, every memory of you will be eternally lost from his brain program.”

“WHAT?????”

“Shall I do that?”

Nobita closed his eyes. He cried, but after few minutes, he stopped crying,and quietly told Dorami-chan, “Dorami-chan, thanks for coming here. I will take care of the rest. You have to go back to your future time now.”

Dorami-chan could not decide what to do, but anyway she hugged Nobita quietly, and she went back home. After he went back, Nobita carried Doraemon and placed him into the shelf.

TIME FLIES……….

Year 2010, Nobita grew up. Since that day, he changed. He studied hard, did not cry anymore, and he lived without Doraemon. He told Shizuka and other folks that Doraemon had to go back to his future, and could not meet him anymore.

Shizuka was impressed to Nobita’s mysterious appearance which became completely different from 10 years ago. They fell in love, and married. Nobita became a scientist. He made a laboratory in his room, and was studying hard with his job all day. He told Shizuka not to come into the room, as it is very dangerous inside.

But one day, he called Shizuka and told her to come in to his room. It was the first time for her to enter his husband’s room. The moment she went in, she lost her words… There was her friend, Doraemon, who she used to play in her childhood days. Doraemon was not moving. It seemed as he was sleeping.

“Look, Shizuka, I will plug in from now.” Nobita turned on the main switch on Doraemon. Doraemon quietly, very quietly, started to open his eyes.

It was the moment the inventor of Doraemon became clear. It was Nobita. He studied hard and hard just to meet and talk with his old friend again. Going back and forth of time, Nobita was the one who made Doraemon. He discovered all the programs and architecture of Doraemon-type-robot.

Nobita and Shizuka was crying gently.

Doraemon opened his eyes. He looked around, and finally said, “Nobita-kun, did you finish your homework?”

There was the same white clouds in the sky like the times they used to spend together…
——————————-

Jika dikau berniat mendapatkan kabar update mengenai topik Doraemon, sila tinggalkan komen dan email jelas. Bebek akan mengirimkan email jika ada update di topik Doraemon.


Wallpaper Doraemon

Ikuti Pemilu Presiden / Wakil Presiden 2009 Versi Doraemon di sini. Jangan lupa gunakan “hak pilih” anda sebagai penggemar Doraemon!!

Note: For the time being, Doraemon section still in Indonesian language for most of the post. Doraemon at bebekrewel.com is targeted to Doraemon fans in Indonesia (we made the top 10 for “Doraemon” search in google!!) who reluctant or lazy to read Doraemon info in English. As you can see, my english is not good either and some of the post is just translation of the combination of articles which I found in internet when I surfing about Doraemon.

 Bagi yang belum pernah lihat “Doraemon Ending” versi komik-Indonesia, silahkan klik di sini.

Tertarik melihat Doraemon cosplay seperti gambar di bawah?
Sila klik di sini (ada 50++ gambar “Bukan Doraemon Biasa”!!)

doraemon - super heroes

doraemon - super heroes

Di bawah ini adalah berbagai macam wallpaper Doraemon yang beredar di internet. (Sebenarnya ada lebih dari 100 macam. Tapi karena cape klik tombol upload, cukup 50 saja yang daku upload)

Daku sudah mengurutkan mulai dari yang bagus sampai yang “aneh”. Tentunya menurut selera daku. Ada beberapa wallpaper yang sepertinya merupakan karya resmi, jadinya daku tempatin rada depan walaupun daku sendiri mungkin kurang suka.

Dari sini sebenarnya kita dapat melihat kalau gambar Doraemon itu sebenarnya kadang berubah. (Doraemonnya jadi tinggi/pendek/bantet/ bulet/gendut/kurus/abnormal/apalah…)

Bahkan menurut wikipedia, gambar Doraemon sebenarnya mengalami “evolusi” yang cukup signifikan.

Jika dilihat di komik pertamanya (masih menurut wikipedia), tubuhnya lebih gemuk dan lebih besar (atau setidaknya sama besar) dengan kepala, ekornya berwarna biru, tangan dan kakinya mempunyai warna seperti kulit manusia.

Pokoknya, berbeda banget deh dengan Doraemon yang kita kenal sekarang!!

Untuk selanjutnya, sila klik-klik sendiri di gambar…
———————————————————————————–
Doraemon-28.jpg

Jika dikau berniat mendapatkan kabar update mengenai topik Doraemon, sila tinggalkan komen dan email jelas. Bebek akan mengirimkan email jika ada update di topik Doraemon.


Hamil dan Lahir

Seperti hampir semua anak kecil di dunia, daku pernah bertanya-tanya, dari manakah datangnya seorang anak? Dan daku pernah mempunyai konsep yang amat sangat indah. Menurut pikiran daku yang waktu itu belum mengenal istilah pembuahan ataupun proses-proses kenikmatan yang mendahuluinya, anak dihasilkan dari pengharapan.

Saat sepasang suami-istri menikah, maka diberkatilah mereka. Mereka akan saling mengasihi dan berdoa bersama akan datangnya seorang anak. Oleh karena itu, tidak jarang kita akan mendengar perkataan, “Mereka masih menunggu datangnya seorang anak dalam kehidupan mereka.“ Bah, kenapa pakai kata-kata seperti itu? Kesannya terlalu saru. Sampai-sampai muncullah pemikiran bahwa seorang anak tiba-tiba `diselipkan` begitu saja ke rahim seorang istri. Belakangan aku baru tahu kalau seorang anak itu bukan ditunggu kedatangannya, tapi ‘diusahakan’. 😛

Yah mungkin juga aku bisa berpikir seperti itu karena dulu belum tahu ada kasus yang istilahnya ‘hamil di luar nikah’, ‘kecelakaan’ ataupun unwanted child. (lah kalau memang anak didatangkan dengan doa, tentunya atas persetujuan Tuhan dong. Dengan kata lain yang bisa hamil itu Cuma istri-istri dari pasangan yang diberkati di tempat Ibadah secara agama dan direstui oleh seluruh sanak keluarga). Waktu itu juga sepertinya gelar MBA (Married By Accident) belum begitu populer.

Tapi aku pernah mendengar sebuah berita di televisi yang mengubah konsep ‘anak datang dari doa’. Kalau tidak salah ingat, berita tersebut tentang seorang guru yang amat sangat genit dan sangat ‘dekat dan akrab’ dengan muridnya. (dekat dalam arti, Sangat……. dekat sekali dalam makna denotasi)

Nah kira-kira laporan yang dibacakan oleh narator (atau apalah namanya yang baca berita pas dikasih gambar) itu berbunyi, “Tersangka terkenal suka memegang-megang siswi. Ada yang pipinya dielus, bahkan ada yang hamil.” Sudah bisa ditebak ada yang ada di pikiran daku waktu itu?

Oh… ternyata mengelus pipi bisa berefek samping hamil!!! Pikiran daku tidak berhenti di sana, lalu aku mengambil satu kesimpulan teori: “Sentuhan seorang lelaki bisa meresap ke dalam kulit dan akhirnya tiba di perut? Membesar-membesar dan akhirnya menjadi seorang bayi?” Bahaya bener… Pantesan orang-orang tua selalu bilang, “Ati-ati, jangan tidur sama lelaki!!” Wah, berarti pas tidur seranjang, sebelah-sebelahan, tiba-tiba tengah malam nanti ada ‘sesuatu’ yang tiba-tiba merayap keluar dari si jantan dan menyusup ke perut betina? Dan DUING!!! Mengembanglah perut sang betina. Tapi, belakangan (saat daku kira-kira udah SMA) tante daku malah bilang. “Tidur sama cowok itu gak papa. Asal bener tidur bareng ya. Kalau gak tidur, nah, itulah yang bahaya!” Hm… ada benarnya juga sih.

Oh iya, ngomong-ngomong. Kalau dilihat di komik ataupun di film kartun, ada yang menceritakan bahwa bayi itu didatangkan oleh burung besar! (entah jenis apa dan dari mana) Wah… kalau dipikir-pikir, aneh juga ya cerita ini, kira-kira masih ada anak kecil yang percaya gak ya? Soalnya menurut fakta, banyak hewan termasuk burung tentunya, terancam punah karena ekspansi wilayah yang dilakukan manusia ke habitat mereka di alam. Lalu di mana letak logikanya kalau pembawa kelahiran itu sendiri terancam punah sementara manusia malah semakin banyak? Yah, mungkin memang seharusnya cerita film kartun tidak boleh dianggap serius.

Mari kita ke tahap selanjutnya, hal lahir melahirkan. Hm.. kayanya daku mengerti istilah ‘caesar’ terlebih dahulu daripada lahir alami. Kenapa bisa begitu? Gampang saja alasannya.

Setelah bayi tumbuh besar di dalam perut, ia perlu segera dikeluarkan sebelom perut ibunya meledak. Nah cara paling cepat adalah membuka perut ibu, mengeluarkan bayi, lalu kita tutup kembali. Hampir persis sama seperti cara kerja resleting. Bagaimana prosesnya secara lebih mendetail? Ah peduli amat sama tetek bengek proses ‘caesar’ itu. Toh dokter pasti punya obat bius kan? Tinggal suntik sana suntik sini, siaplah perut ibu dibelek tanpa rasa sakit.

Pada waktu masih SD, seorang teman menceritakan teorinya yang lebih ajaib lagi. Katanya, sebenarnya saat ibu hamil, isi perutnya adalah cairan. Lalu bagaimana cara melahirkan? Dengan penuh keyakinan dia berkata, “Melalui cara yang sama kaya kencing.” Heh? Kenapa bisa begitu?Kalau yang keluar Cuma cairan, bayinya mana?Apa harus dibekukan sampai pada suhu 0 derajat?Pake cetakan kue? “Denger dulu dong. Setelah semua cairan dikeluarkan, kempeslah perut si mama. Tugas dokter adalah memastikan agar cairan tersebut tertampung seluruhnya dengan baik. Jangan sampai ada yang tumpah! Nanti bisa-bisa bayinya cacat. Setelah ditampung, biarkan beberapa lama, lalu dengan sendirinya air kencing itu akan berubah menjadi seorang bayi.”

Heh? Kok gaya penjelasannya bahkan kaya di resep-resep masakan? (setelah matang, biarkan beberapa lama, lalu makanan siap dihidangkan). Mungkin juga teman daku itu berpikir kalau setelah cairan itu ditampung, lalu dimasukkan ke dalam inkubator. Jadi guna inkubator seperti guna oven pada pembuatan roti. Masukkan cairan, lalu cairan tersebut akan mengembang, sebagian menjadi daging, tulang, sebagian besar masih berupa cairan, yaitu darah. Mungkin teman daku itu terinspirasi untuk membandingkan antara inkubator ( yang bentuknya kotak) yang di rumah sakit dan oven (kotak juga!) yang ada di dapur.

Hualu, hualu.. Begitulah kalau para intelektual muda (sekali) berkumpul untuk membahas hal-hal yang segan dijelaskan orang tua. Runyam…
———————————————————–

Sebelum bebekrewel.com jadi, artikel ini dititipkan di http://www.kejut.com

Anda bisa melihat artikel yang serupa (ada terjemahan inggrisnya) di http://www.kejut.com/lahir


5 Sen

Kling. kling.. Kling…

Bah, lagi-lagi aku terjatuh dari tempatku. Ditakdirkan menjadi sesuatu yang kecil memang tidak menyenangkan. Sebagai sebuah uang koin kecil yang hanya bernilai 5 sen, ibaratnya aku adalah seorang anak kecil yang tidak mempunyai bakat apapun. Kedengarannya tragis bukan? Tapi itulah kenyataannya.

Kadang, aku diperlakukan sebagai benda terkutuk yang harus cepat-cepat dibuang. Jikalau diharuskan membayar sejumlah 10 sen, pasti kebanyakan orang akan lebih memilih untuk “membuang” 2 buah 5 sen yang ada di dompetnya daripada membayar dengan sekeping 10 sen.

Kadang, saat aku menjadi kembalian, orang bisa dengan entengnya berkata, “No needlah”. Ya ya ya, aku tau kok, 5 sen itu tidak berharga apa-apa, beda dengan 1 dollar yang seenggaknya bisa buat beli permen ataupun snack. Apa sih yang bisa dibeli dengan uang 5 sen?

Ukuranku yang kecil juga mendatangkan kisah sedih yang berkepanjangan. Sudah bukan cerita lama lagi kalau uang 5 sen sering terjatuh begitu saja saat seseorang membuka dompetnya. Dan yang lebih memilukan, setelah tergeletak di lantai, kadang aku ditinggalkan!! Contohnya ya seperti sekarang ini. Setelah terjatuh dari dompet seorang wanita tua, aku terbaring begitu saja di antara kaki-kaki orang yang berlalu lalang. Kadang tertendang, kadang terinjak, tadi malah ada orang menyebalkan yang Cuma memandang aku sekilas, lalu lewat begitu saja sambil berkata, “Bah Cuma 5 sen” dengan nada yang sangat amat menghina harga diriku. Yah, memang harga diriku Cuma sekedar 5 sen, tapi bisakah memberi aku sedikit penghargaan? Aku juga uang!

Ups..! Aku merasa ada tangan kecil yang menyentuhku. Tangan hangat itu mengambilku dari tanah dengan hati-hati dan menaruhnya di telapak tangan. Akhirnya… ada juga yang peduli dengan nasibku, walau ia hanya seorang anak lelaki, matanya yang berbinar gembira menghibur aku. Sudah lama aku tidak ditatap dengan pandangan seperti itu. Memang benar apa kata koin-koin yang lain, anak kecil lebih bijak daripada orang dewasa dalam menghargai sesuatu.

Ia mengambil sesuatu dari sakunya, bergantian menatap kedua tangannya, senyumnya semakin melebar, dipindahkannya aku ke tangan yang lain, lalu aku dimasukkan ke dalam saku celananya.

Kling kling!!

Duh, badanku terbentur keras dengan benda lain. Tunggu sebentar, bunyi itu adalah bunyi…. Koin!! Ternyata takdir sekali lagi mempertemukan aku dengan 5 sen yang lain.

“Ow hi, halo!”, sapanya ramah, “Nama saya gor, nama kamu siapa?”

“Er.. gor juga. Kamu lahir tahun berapa? Aku tahun 1995.”

“Ha!! Aku tahun 1990”, senyumnya semakin lebar, “Berarti kamu yang harus ganti nama.”

“Ok-ok, sekarang namaku wu”, terpaksalah aku mengalah. Begitulah peraturan yang berlaku di dunia koin, kami biasanya menyandang sebuah nama yang berasal dari berbagai bahasa di dunia, tetapi nama itu harus merupakan kata lain dari nilai diri kami masing-masing. Aku sendiri entah sudah berapa kali mengganti nama. Lima, gor, five, cinq dan banyak lagi. Kalau menemukan 2 nama dalam suatu komunitas, maka yang harus mengganti namanya adalah yang lebih muda.

Kami terus terguncang dan berbenturan satu sama lain. Sepertinya anak lelaki ini berlari kencang dan berhenti di suatu tujuan. Tiba-tiba tangan kecil itu datang menculik kami dari kegelapan kantung dan membawa ke suasana terang bebas, ditunjukkan kepada seorang penjaga kasir 7-eleven. Rupanya anak kecil ini berniat membeli sebuah permen. Betapa sedihnya ia saat dikatakan bahwa nilaiku dan gor tidak bisa membeli apapun. Dikembalikannya kami ke dalam saku, lalu ia mulai berjalan pelan.

Gor menarik napas dalam-dalam, “Ternyata anak ini tidak mengerti nilai uang”, ia menengok ke arahku, tatapannya sedih, “Wu, menurut kamu, apakah dia akan tetap memungut kita jika dia mengerti kalau kita itu Cuma 5 sen?”

Aku tidak menjawab, diam menjadi bahasa kami berdua. Hanya suara benturan kami saja yang sesekali terdengar.


CEOs say how you treat a waiter can predict a lot about character

Dari USA Today, ditulis oleh Del Jones. (14 April 2006).
Artikel yang bagus untuk perenungan tentang kepribadian kita.
————————————————————————————

Office Depot CEO Steve Odland remembers like it was yesterday working in an upscale French restaurant in Denver.

The purple sorbet in cut glass he was serving tumbled onto the expensive white gown of an obviously rich and important woman. “I watched in slow motion ruining her dress for the evening,” Odland says. “I thought I would be shot on sight.”

Thirty years have passed, but Odland can’t get the stain out of his mind, nor the woman’s kind reaction. She was startled, regained composure and, in a reassuring voice, told the teenage Odland, “It’s OK. It wasn’t your fault.” When she left the restaurant, she also left the future Fortune 500 CEO with a life lesson: You can tell a lot about a person by the way he or she treats the waiter.

Odland isn’t the only CEO to have made this discovery. Rather, it seems to be one of those rare laws of the land that every CEO learns on the way up. It’s hard to get a dozen CEOs to agree about anything, but all interviewed agree with the Waiter Rule.

They acknowledge that CEOs live in a Lake Wobegon world where every dinner or lunch partner is above average in their deference. How others treat the CEO says nothing, they say. But how others treat the waiter is like a magical window into the soul.

And beware of anyone who pulls out the power card to say something like, “I could buy this place and fire you,” or “I know the owner and I could have you fired.” Those who say such things have revealed more about their character than about their wealth and power.

Whoever came up with the waiter observation “is bang spot on,” says BMW North America President Tom Purves, a native of  Scotland, a citizen of the United Kingdom and Northern Ireland, who lives in New York City with his Norwegian wife, Hilde, and works for a German company. That makes him qualified to speak on different cultures, and he says the waiter theory is true everywhere.

The CEO who came up with it, or at least first wrote it down, is Raytheon CEO Bill Swanson. He wrote a booklet of 33 short leadership observations called Swanson’s Unwritten Rules of Management. Raytheon has given away 250,000 of the books.

Among those 33 rules is only one that Swanson says never fails: “A person who is nice to you but rude to the waiter, or to others, is not a nice person.”

Swanson says he first noticed this in the 1970s when he was eating with a man who became “absolutely obnoxious” to a waiter because the restaurant did not stock a particular wine.

“Watch out for people who have a situational value system, who can turn the charm on and off depending on the status of the person they are interacting with,” Swanson writes. “Be especially wary of those who are rude to people perceived to be in subordinate roles.”

The Waiter Rule also applies to the way people treat hotel maids, mailroom clerks, bellmen and security guards. Au Bon Pain co-founder Ron Shaich, now CEO of Panera Bread, says he was interviewing a candidate for general counsel in St. Louis. She was “sweet” to Shaich but turned “amazingly rude” to someone cleaning the tables, Shaich says. She didn’t get the job.

Shaich says any time candidates are being considered for executive positions at Panera Bread, he asks his assistant, Laura Parisi, how they treated her, because some applicants are “pushy, self-absorbed and rude” to her before she transfers the call to him.

Just about every CEO has a waiter story to tell. Dave Gould, CEO of Witness Systems, experienced the rule firsthand when a waitress dumped a full glass of red wine on the expensive suit of another CEO during a contract negotiation. The victim CEO put her at ease with a joke about not having had time to shower that morning. A few days later, when there was an apparent impasse during negotiations, Gould trusted that CEO to have the character to work out any differences.

CEOs who blow up at waiters have an ego out of control, Gould says. “They’re saying, ‘I’m better. I’m smarter.’ Those people tend not to be collaborative.”

“To some people, speaking in a condescending manner makes them feel important, which to me is a total turnoff,” says Seymour Holtzman, chairman of Casual Male Retail Group, which operates big-and-tall men’s clothing stores including Casual Male XL.

*How people were raised *

Such behavior is an accurate predictor of character because it isn’t easily learned or unlearned but rather speaks to how people were raised, says Siki Giunta, CEO of U.S. technology company Managed Objects, a native of Rome who once worked as a London bartender.

More recently, she had a boss who would not speak directly to the waiter but would tell his assistant what he wanted to eat, and the assistant would tell the waiter in a comical three-way display of pomposity. What did Giunta learn about his character? “That he was demanding and could not function well without a lot of hand-holding from his support system,” she said.

It’s somewhat telling, Giunta says, that the more elegant the restaurant, the more distant and invisible the wait staff is. As if the more important the customer, the less the wait staff matters. People view waiters as their temporary personal employees. Therefore, how executives treat waiters probably demonstrates how they treat their actual employees, says Sara Lee CEO Brenda Barnes, a former waitress and postal clerk, who says she is a demanding boss but never shouts at or demeans an employee.

“Sitting in the chair of CEO makes me no better of a person than the forklift operator in our plant,” she says. “If you treat the waiter, or a subordinate, like garbage, guess what? Are they going to give it their all? I don’t think so.”

CEOs aren’t the only ones who have discovered the Waiter Rule. A November survey of 2,500 by It’s Just Lunch, a dating service for professionals, found that being rude to waiters ranks No. 1 as the worst in dining etiquette, at 52%, way ahead of blowing your nose at the table, at 35%.

Waiters say that early in a relationship, women will pull them aside to see how much their dates tipped, to get a read on their frugality and other tendencies.

They are increasingly discussing boorish behavior by important customers at www.waiterrant.net and other blogs. They don’t seem to mind the demanding customer, such as those who want meals prepared differently because of high blood pressure. But they have contempt for the arrogant customer.

*Rule works with celebrities, too *

The Waiter Rule also applies to celebrities, says Jimmy Rosemond, CEO of agency Czar Entertainment, who has brokered deals for Mike Tyson, Mario Winans and Guerilla Black. Rosemond declines to name names, but he remembers one dinner episode in Houston a few years back with a rude divisional president of a major music company.

When dinner was over, Rosemond felt compelled to apologize to the waiter on the way out. “I said, ‘Please forgive my friend for acting like that.’ It’s embarrassing. They go into rages for simple mistakes like forgetting an order.”

Rosemond says that particular music executive also treated his assistants and interns poorly — and was eventually fired.

Odland says he saw all types of people 30 years ago as a busboy. “People treated me wonderfully and others treated me like dirt. There were a lot of ugly people. I didn’t have the money or the CEO title at the time, but I had the same intelligence and raw ability as I have today.

“Why would people treat me differently? Your value system and ethics need to be constant at all times regardless of who you are dealing with.”

Holtzman grew up in the coal-mining town of Wilkes-Barre, Pa., and in the 1950s saw opportunity as a waiter 90 miles away in the Catskill Mountains, where customers did not tip until the end of the week. When they tipped poorly, he would say: “Sir, will you and your wife be tipping separately?”

“I saw a lot of character, or the lack thereof,” says Holtzman, who says he can still carry three dishes in his right hand and two in his left. “But for some twist of fate in life, they’re the waiter and you’re the one being waited on,” Barnes says.