Apa arti dari kata “musuh” bagi anda? Orang yang menyebalkan, hina dina, patut dilempar bangku dan dibuang ke neraka?
Kali ini bebek mengajak anda-anda sekalian untuk berpikir ulang atas posisi seorang musuh di kehidupan kita.
Sila renungkan beberapa potong kisah berikut ini:
—————————————————————-
Beberapa hari yang lalu, bebek membaca komik Sherman’s Lagoon yang berjudul: “Poodle: the other white meat”.Â
Dari kiri->kanan: Hawthorne si hermit crab (keong?) yang mempunyai hobi mencapit jempol kaki manusia dan menjalankan bisnis secara tidak jujur, Sherman si hiu putih gendut  yang agak-agak tulul (Hawthorne pernah mengejeknya sebagai “The Great WIDE Shark”) dan Fillmore si penyu laut (sea turtle) yang berjiwa kutu buku.Â
Salah satu cerita tersebut bermula dengan adegan Sherman dan Fillmore yang duduk berselahan. Tanpa Fillmore sadari, seekor sucker fish (ikan penyedot??) menempel di bagian belakang kepalanya. Sherman terlihat ragu untuk memberitahu Fillmore tentang keberadaan sucker fish tersebut.
Dialog dalam komik kemudian berlangsung sebagai berikut:
Fillmore: Do you know the problem is with friends, Sherman?
Sherman: No. What?
Fillmore: Sometimes they don’t tell you what you really ought to know. You could go your whole life with some glaring fault and remain totally clueless about it. Friends aren’t going to tell you… They don’t want to hurt your feeling. And complete stragers coundn’t care less. What everyone nees is a good enemy. That’s what enemies are for.
Lalu tiba-tiba muncullah si Hawthorne yang sering tegaan untuk ngata-ngatain makhluk lain.
Hawthorne: You’ve got bad breath and a big sucker fish on your head!
Fillmore: Thank you.
Untuk lebih melengkapi kisah di atas, izinkanlah bebek mengutip perkataan dari Antithenes, seorang filsuf dari Athena yang juga merupakan murid dari Socrates:
“There are only two people who can tell you the truth about yourself – an enemy who has lost his temper and a friend who loves you dearly.”
—————————————————————–
Kutipan dialog dari film “Conspiracy” yang diproduksi oleh HBO:
Yes, he told me a story about a man he’d known all his life, a boyhood friend.
This man hated his father. Loved his mother fiercely. The mother was devoted to him but the father beat him, demeaned him, disinherited him.
Anyway, this boy grew to manhood and was still in his 30s when the mother died… this mother who had nurtured and protected him. She died. The man stood as they lowered her casket and tried to cry but no tears came.
The man’s father lived to old age, died when the son was in his 50s. At the father’s funeral, much to his son’s surprise, he could not control his tears. He was wailing, sobbing. He was apparently inconsolable. Lost, even. That was the story Kritzinger told me.
Bingung kenapa laki-laki itu justru bersedih atas kematian ayahnya? Dialog selanjutnya mungkin dapat menjelaskan…
The man had been driven his whole life by hatred of his father. When the mother died, that was a loss. When the father died… when the hate had lost its object… then the man’s life was empty. Over.
Dan untuk melengkapi kisah yang satu ini, bebek mengutip perkataan dari Friedrich Nietzsche:
“He who lives by fighting with an enemy has an interest in the preservation of the enemy’s life.”
——————————————————————————–
Satu lagi artikel manis yang ditulis oleh Andre Moller! 😀
Di tengah kekecewaan bebek yang makin menjadi kepada KOMPAS, cerita ini seakan berbisik: “Tolong jangan putus harapan… Masih ada artikel menarik yang patut disimak di KOMPAS…”
Setelah lama duduk manis di atas kendaraan yang memuntahkan setidaknya 1,5 ton CO2 per penumpang sekali jalan, kami akhirnya tiba di Jakarta. Capai dan panasnya bukan main. Sebelum bisa melepas lelah sejenak kemudian meneruskan perjalanan ke Jawa Tengah, kami perlu mengurus beberapa hal.
Yang pertama: visa. Saya bergegas ke loket, membayar dulu. Pegawai imigrasi bertanya dalam bahasa Inggris mengenai rencana keberadaan kami di Indonesia. Saya menjawab dalam bahasa Indonesia. Pegawai yang awalnya bermuka suram dan sok berwibawa akhirnya senyum ketika saya mengutarakan keinginan kami pulang ke kampung halaman. Namun, anak perempuan saya (berumur hampir lima tahun) yang berdiri dekat saya tak senyum. Air mukanya keruh, seolah-olah tak percaya. Saya biarkan. Mungkin ia capai. Lumrahlah, kalau begitu.
Kemudian kami ke loket kedua, tempat kuitansi pelunasan visa harus ditunjukkan dan pencapan paspor. Sesuai dengan perintah di situs KBRI di Swedia, saya menyiapkan foto kami untuk keperluan ini. Petugas mengatakan itu tak perlu. Naima hampir loncat kekagetan ketika mendengarnya. Sesudah urusan selesai, saya bertanya kepadanya.
– Ada apa, dik?
– Yang tadi pakai bahasa apa, papa?
– Bahasa Indonesia.
– Terus, satunya?
– Bahasa Indonesia juga. Kita kan di Indonesia sekarang.
Lambat laun ia menyadari bahwa semua orang di negeri panas ini bisa berbahasa Indonesia. Bahasa Indonesia yang di Swedia merupakan bahasa rahasia kami bisa dipahami setiap orang di sini! Barang tentu, ini berdampak cukup luas. Di Swedia kami selalu pakai bahasa Indonesia kalau mengatakan sesuatu yang tak pantas didengar semua telinga. Kalau dipakai cara begitu di Indonesia bisa bikin suasana kurang enak.
Setelah berpikir-pikir sejenang, Naima akhirnya bertanya apakah semua orang di Indonesia bisa berbahasa Swedia juga. Ketika saya meyakinkannya bahwa bisa dipastikan tidak ada, ia tersenyum nakal, dan mengatakan dengan bahasa Swedia: “Kalau begitu, kita bisa pakai bahasa Swedia saja di luar sekarang.” Dan memang begitu jadinya. Syukurlah, di negeri ini pun kami punya bahasa rahasia! Bukannya kami suka ngomongin orang, tapi memang cukup praktis kalau tak semua orang perlu mengerti segala yang sedang dituturkan.
Untuk sementara, situasi bahasa terkendali. Tapi, apa yang terjadi ketika kami sampai di Semarang dan selama perjalanan berikutnya ke Blora? Ternyata di sini orang punya bahasa rahasia sendiri! Dinamakan “Bahasa Jawa”. Bunyinya lucu dan tidak bisa ia pahami. Yang jelas, Naima tak senang mendengar ibunya pakai bahasa rahasia baru ini dengan eyang dan kakungnya.
Saya coba menyabarkannya dengan mengatakan bahwa bahasa ini tak bisa digolongkan sebagai “bahasa rahasia sekali” karena jika didengarkan terus-menerus, selimut rahasianya makin tipis dan kami bisa tangkap maksudnya walau mungkin tak bisa bertutur sendiri. Tentu saja ini alasan yang tak dapat diterima orang berusia belum lima tahun. Maka, ia tetap saja mengganggu ibunya kalau ngotot pakai bahasa aneh ini, sedangkan ibunya merasa sangat aneh kalau terpaksa pakai bahasa selain bahasa ibunya ketika berbicara dengan ibunya sendiri!
Empat minggu kemudian:
-Mungkin kita bisa belajar bahasa Jawa ini nanti, dik?
-Nggak usah. Sayur saja disebut jangan. Kan nggak benar. Piye toh?
Beberapa minggu yang lalu bebek baca buku berjudul seperti di atas.
Isinya cukup informatif. Kadang lucu, kadang ngeri dan nakut-nakutin, kadang membuat bebek garuk-garuk kepala (Poin no 25 misalnya. Apa hubungannya topik ini dengan klaim “facts that should change the world”?)Â
(“)Fakta(“) yang disajikan memang berdasarkan referensi yang cukup meyakinkan (dari website PBB, dari berita BBC, dll dll). Tapi menurut bebek, mungkin agak gegabah juga untuk mencampurkan berbagai macam fakta, statistik dan hasil penelitian yang belum tentu sama patokannya.
Point nomor 44 misalnya, angka 27 juta membuat bebek agak-agak mikir: Apakah definisi dari perbudakan itu? Apakah pembantu rumah tangga Indonesia yang pada umumnya “kerja 24 jam” (baca: tinggal bersama keluarga majikan, tidak mempunyai jam kerja yang tetap dan kadang disiksa kalau sial dapet majikan yang dableg) dimasukkan dalam angka 27 juta tersebut? (Bebek pernah baca bahwa ada beberapa LSM asing yang bergerak di bidang HAM mempermasalahkan tentang sistem PRT di Indonesia)
Dalam beberapa topik yang lain, penulis (Jessica Williams) terkesan kurang kuat argumennya. Walau begitu secara keseluruhan bebek cukup gembira dengan buku ini.
Berikut ini adalah 50 topik yang dibahas dalam buku “50 Facts That Should Change The World”.
(Harap jangan terlalu cepat mengambil kesimpulan hanya setelah membaca judul-judul ini. Kadang judulnya terasa agak menyesatkan =P. Untuk lebih jauhnya, sila baca sendiri bukunya: http://www.amazon.com/Facts-that-Should-Change-World/dp/0972952969Â ) —————————————————————————————-
1. The average Japanese woman can expect to live to be 84. The average Botswanan will reach just 39.
2. A third of the world’s obese people live in the developing world.
3. The US and Britain have the highest teen pregnancy rates in the developed world.
4. China has 44 million missing women.
5. Brazil has more Avon ladies than members of its armed services.
6. Eighty-one per cent of the world’s executions in 2002 took place in just three countries: China, Iran and the USA.
7. British supermarkets know more about their customers than the British government does.
8. Every cow in the European Union is subsidised by $2.50 a day. That’s more than what 75 per cent of Africans have to live on.
9. In more than 70 countries, same-sex relationships are illegal. In nine countries, the penalty is death.
10. One in five of the world’s people lives on less than $1 a day.
11. More than 12,000 women are killed each year in Russia as a result of domestic violence.
12. In 2001, 13.2 million Americans had some form of plastic surgery.
13. Landmines kills or maim at least one person every hour.
14. There are 44 million child labourers in India.
15. People in industrialised countries eat between six and seven kilograms of food additives every year.
16. The golfer Tiger Woods is the world’s highest-paid sportsman. He earns $78 million a year – or $148 every second.
17. Seven million American women and 1 million American man suffer from an eating disorder.
18. Nearly half of British fifteen-year-olds have tried illegal drugs and nearly a quarter are reguler cigarette somerkes.
19. There are 67,000 people employed in the lobbying industry in Washington DC – 125 for each elected member of Congress.
20. Cars kill two people every minute.
21. Since 1977, there have been nearly 80,000 acts of violence or disruption at abortion clinics in North America.
22. More people can identify the golden arches of Mcdonalds than the Christian cross.
23. In Kenya, bribery payments make up a third of the average household budget.
24. The world’s trade in illegal drugs is estimated to be worth around $400 billion – about the same as the world’s lehal pharmaceutical industry.
25. A third of Americans believe aliens have landed on Earth.
26. More than 150 countries use torture.
27. Every day, one in five of the world’s population – some 800 million people – go hungry.
28. Black men born in the US today stand a one in three chance of going to jail.
29. A third of the world’s population is at war.
30. The world’s oil reserves could be exhausted by 2040.
31. Eighty-two per cent of the world’s smokers live in developing countries.
32. More than 70 per cent of the world’s population have never heard a dial tone.
33. A quarter of the world’s armed conflicts of recent years have involved a struggle for natural resources.
34. Some 30 million people in Africa are HIV-positive.
35. Ten languages die out every year.
36. More people die each year from suicide than in all the world’s armed conflicts.
37. Every week, an average of 88 children are expelled from American schools for bringing a gun to class.
38. There are at least 300,000 prisoners of conscience in the world.
39. Two million girls and women are subjected to female genital mutilation each year.
40. There are 300,000 child soldiers fighting in conflicts around the world.
41. Nearly 26 million people voted in the 2001 British General Election. More than 32 million votes were cast in the first season of Pop Idol.
42. America spends $10 billion on pornography every year – the same amount it spends on foreign aid.
43. In 2003, the US spent $396 billion on its military. This is 33 times the combined military spending on the seven ‘rogue states’.
44. There are 27 million slaves in the world today.
45. American discard 2.5 million plastic bottles every hour. That’s enough bottles to reach all the way to the moon every three weeks.
46. The average urban Briton is caught on camera up to 300 times a day.
47. Some 120,000 women and girls are trafficked into Western Europe every year.
48. A kiwi fruit flown from New Zealand to Britain emits five times its own weight in greenhouse gases.
49. The US owes the United Nations more than a billion dollars in unpaid dues.
50. Children living in poverty are three times more likely to suffer a mental illness than children from wealthy families.
Aslinya merupakan postingan bebek di salah satu milis.
Di bawah ini adalah versi yang sudah diedit supaya lebih memenuhi kelayakan sebagai artikel yang berdiri sendiri di bebekrewel.com
——————————————————————————-
Sebagai unggas yang gemar membaca dan bersurfing di internet, bebek dituntut untuk bersikap cerdas (ck-ck-ck…) dalam memilah-milah bahan bacaan mana yang patut bebek percaya kebenarannya.
Berikut ini adalah beberapa kriteria yang biasa menjadi pertimbangan bebek untuk mempercayai kebenaran suatu fakta (atau mau dianggap “fakta” juga boleh. Toh benar bagi bebek belum tentu benar bagi manusia kebanyakan :P).
1. Jika yang menjadi pokok berita adalah pernyataan yang dikeluarkan oleh sebuah lembaga atau diucapkan oleh seorang tokoh, maka bebek akan berusaha men-download arsip ingatan yang tersimpan di dalam otak bebek:
– Bagaimana reputasi tokoh/lembaga tersebut?
– Apakah tokoh/lembaga ini dikenal sebagai ahli di bidangnya? (baca: cukup ilmu untuk mengeluarkan pernyataan tersebut)
– Bisa dipercayakah pendapatnya? (Biasanya bebek nilai dari ucapan-ucapan terdahulu)
– Beranikah melakukan koreksi terhadap pendapatnya sendiri jika kemudian pendapatnya tersebut terbukti salah?
– Bagaimanakah sikap tokoh/lembaga tersebut ketika dikritik oleh orang lain?
– Apakah tokoh/lembaga ini bisa mempertimbangkan banyak hal dan mengambil sudut pandang yang berbeda?
– Apakah tokoh/lembaga ini cukup netral? (atau (“)netral(“) juga boleh)
– Apakah tokoh/lembaga ini bisa menanggapi dengan baik pertanyaan dan pernyataan yang bertentangan dengan pendapatnya?
– Apakah tokoh tersebut mempunyai kompetensi untuk berkomentar terhadap kasus yang sedang terjadi?
Misal: Kalau Ronaldo berkomentar tentang suatu pertunjukkan opera, maka bebek hanya akan membaca komentarnya sebagai sebuah komentar dari seorang penonton. Bebek tidak akan langsung menilai bahwa opera yang dia tonton itu bagus atau jelek kualitasnya hanya dari ucapannya seorang penonton. Beda kalau yang memberi komentar itu seseorang yang juga penyanyi opera kawakan misalnya. Bebek akan menganggap serius komentarnya, karena orang tersebut bebek anggap cukup kompeten untuk memberi penilaian tentang baik buruknya suatu pertunjukan opera.
Jadi dalam hal ini, bebek bukannya gak percaya sama Ronaldo. Tentunya bebek akan menganggap serius komentar Ronaldo kalo yang diceritakannya adalah tentang masalah sepak bola misalnya.
– Jika yang memberi pernyataan adalah seorang tokoh (terutama pejabat), maka bebek akan berusaha mencari tahu dalam kapasitas apa tokoh tersebut memberi komentar?
Point ini penting terutama untuk Indonesia yang kadang pejabatnya masih merangkap di mana-mana (baik merangkap jabatan di panggung politik atau masih terlibat dengan dunia bisnis). Jika suatu tokoh mengeluarkan pernyataan, maka patut diperhatikan dalam kapasitas apa dia berkomentar? Sebagai seorang menteri? Seorang pebisnis? Sebagai pribadi dia sendiri?
Mungkin cerita berikut bisa memberi gambaran tentang pentingnya memperhatikan dalam kapasitas apa seseorang berbicara. (Kalau tidak salah cerita ini dari buku Anthony de Mello. Lupa detailnya secara persis, entah apakah ini kisah nyata atau cuma rekaan):
Saat jamuan malam, anak dari presiden Amerika mengeluarkan pernyataan yang sangat kurang ajar tentang ayahnya. Namun bukannya marah, presiden tersebut hanya tersenyum.Â
Seorang tamu bertanya kepada presiden, “Kenapa anda tidak memarahi anak anda?”
Presiden itu menjawab, “Sebagai seorang anak, ia memang patut dihukum atas perkataannya yang kurang ajar. Tapi sebagai seorang warga negara, kebebasan berekspresi dia dilindungi oleh undang-undang.”
Mungkin yang dikritik oleh anak tersebut bukanlah peran si presiden sebagai seorang ayah, tapi peran si ayah sebagai presiden. Oleh karena itu, presiden menganggap bahwa anaknya bukan mengkritik dengan kapasitas sebagai seorang anak, tapi sebagai seorang warganegara.Â
2. Apa media tempat berita tersebut diberitakan? Apakah media tersebut patut dipercaya?
Silahkan jika mau menganggap bebek bias dan berat sebelah. Tapi bebek cukup menganggap penting kredibilitas media di mana berita tersebut disajikan.
Ada media yang memang sudah terkenal bias, memihak, berat sebelah, tukang pelintir berita dan sering mencampur adukkan antara opini dan fakta (padahal kalo mau tulis opini ya harusnya di rubrik opini/tajuk rencana).
Mau berita apapun kalau bebek membacanya dari media-media yang menurut bebek kredibilitasnya patut dipertanyakan, maka bebek akan mencari sumber lain sebagai pembanding. Kalau tidak ditemukan sumber lain yang menguatkan (tentunya diharapkan bahwa sumber lain tersebut cukup bisa dipercaya), maka bebek akan mengabaikan berita tersebut atau paling banter hanya bebek percaya sampai pada tingkat ‘KATANYA’.
Bagi bebek, media itu ibarat kaca jendela di mana melalui kaca tersebut bebek melihat pemandangan di luar. Untuk melihat pemandangan tersebut seasli-aslinya, maka bebek akan berusaha mencari kaca jendela yang paling jernih dan paling transparan. Kalau kacanya sendiri sudah dalam keadaan kotor, retak ataupun dipasangi filter warna, bagaimana mungkin bebek bisa melihat pemandangan di luar sebagaimana aslinya?
3. Apakah berita tersebut sejalan dengan fakta-fakta yang ada selama ini? (Atau yang bebek yakini sebagai fakta yang benar dan tidak bias-bias banget)
Misal: Kalau sekarang ada berita yang mengatakan bahwa tingkat korupsi Indonesia lebih rendah daripada di Jepang dan Singapura, ya bebek gak akan percaya berita tersebut. Pengalaman dan fakta-fakta yang ada membuktikan sebaliknya.
4. Berhati-hatilah dengan angka statistik dan hasil survey!
Jangan mudah percaya dengan angka statistik (yang biasanya mengerikan itu). Selidikah terlebih dahulu:
– Siapa/lembaga apakah yang melakukan survey?
– Apakah orang/lembaga tersebut mempunyai kepentingan tertentu yang bisa mempengaruhi kenetralan dari survey tersebut?Â
– Siapakah yang menjadi responden survey? (Perhatikanlah latar belakang dari responden seperti pendidikan, domisili dan detail-detail relevan lainnya yang mungkin bisa mempengaruhi hasil survey)
– Apa saja pertanyaan yang ditanyakan dalam survey tersebut?
– Bagaimana metode surveynya?
– Apakah responden (kira-kira) mengerti dengan jelas dan pasti mengenai hal-hal yang ditanyakan dalam survey? (Biasanya terkait dengan urusan definisi suatu masalah)
– Apakah jumlah responden kira-kira cukup untuk menggeneralisasi hasil dari survey tersebut?
Dalam artikel tersebut, definisi yang digunakan untuk kata selingkuh adalah: “pesan pendek yang berkonotasi seks atau rayuan kepada orang lain yang bukan pasangannya.”
Entah menurut orang lain, tapi menurut bebek definisinya sangat rancu sekali. Tindakan selingkuh saja tidak mempunyai ukuran yang jelas (Bagi sebagian orang, makan bersama lawan jenis tanpa memberitahukan pasangan bisa saja dikategorikan selingkuh. Sementara bagi sebagian orang lainnya, selingkuh serasa belum lengkap tanpa melibatkan perkara ranjang). Apalagi definisi dari sms selingkuh?Â
Sesuatu yang berkonotasi seks bagi seseorang mungkin biasa-biasa saja bagi orang lain. Sepertinya penelitian yang sama juga dilakukan di berbagai negara. Tentu sulit untuk membandingkan hasil survey di Indonesia dan di Jerman karena kebiasaan penggunaan handphone di kedua negara mungkin berbeda dan apa yang dianggap merayu atau berkonotasi seks di Indonesia mungkin bisa saja merupakan gurauan biasa di Jerman.
Dan kita lihat lagi cuplikan dari artikel tersebut: “Temuan-temuan ini merupakan bagian survai global yang melibatkan 8.518 orang pelanggan di Filipina, Malaysia, Indonesia, Singapura, Rusia, Italia, Inggris dan Jerman.”
Hello there? 8515 responden dari 8 negara? Mau dirata-ratakan berarti hanya 1000 sekian orang dari tiap negara. Apakah survey yang dijawab oleh 1000 orang pemakai HP di Indonesia bisa mewakili jutaan pemakai HP di Indonesia?
Silahkan pikirkan sendiri apakah statistik yang satu ini perlu ditanggapi secara serius atau hanya untuk sekedar tahu saja. ^____^