Satu lagi dari kolom bahasa Kompas.
Artikel ini ditulis oleh Andre Muller, salah satu penulis favorit bebek untuk kolom bahasa Kompas.
Sebagai orang asing (penggunaan istilah yang agak kasar sebenarnya, tapi bingung juga cari pandanan kata yang lebih halus), Muller kadang serasa memberikan rasa dan sudut pandang yang lain.
Artikel aslinya dapat dilihat di:
http://www2.kompas.com/kompas-cetak/0511/11/utama/2191029.htm
Artikel ini merupakan bagian I dari trilogi artikel “Name Game” di bebekrewel.com…
Bagian  II klik di sini. (Kedai Bakmi)
Bagian III klik di sini. (Kopas)
——————————————————————————
Sesuai dengan tradisi, tepat pukul 13 pada hari Kamis kedua dalam bulan Oktober, Akademi Swedia tahun 2005 ini juga mengumumkan peraih penghargaan Nobel sastra. Tahun ini pilihannya jatuh pada Harold Pinter, seorang penulis drama dari Inggris. Hal ini membuat saya refleksi sedikit atas nama orang. Dalam lingkungan Indonesia, nama Harold Pinter terasa cukup pas sebab sang pemenang penghargaan Nobel ini pasti pinter ‘pintar’. Namun, mungkin bukan saya saja yang selalu akan mengingatnya sebagai Harry Potter.
Di Indonesia umat Islam sering memberikan nama yang berasal dari bahasa Arab kepada anak-anak mereka. Maka, nama seperti Nuruljannah, Hidayat, Rizki, dan Taufik tidak jarang ditemukan. Gagasan di belakang pemberian nama ini tentu saja harapan bahwa nama-nama ini akan mengalihkan sifat dirinya kepada sifat si pembawa nama ini. Dengan kata lain, diharapkan supaya Nuruljannah bercahaya seperti surga sendiri, supaya Rizki tidak pernah mengalami kesulitan dalam menafkahi keluarga, dan supaya Taufik Hidayat selalu akan mengalahkan para pebulu tangkis dari Swedia dan Denmark. Ini semua seolah-olah sudah ditakdirkan melalui nama.
Dalam bahasa Swedia terdapat pula macam-macam nama dengan arti khusus. Nama petenis terkenal dari Swedia, Björn Borg, misalnya berarti Benteng Beruang. Seperti halnya dengan nama peraih penghargaan Nobel tadi, nama ini juga terasa cukup pas jika dipikirkan artinya. Olahragawan ini memang bertindak sebagai beruang dalam bentengnya. Di Swedia orang juga dapat bernama Stig ‘jalan kecil’, Rosenkvist ‘cabang mawar’, Sten ‘batu’, Berg ‘gunung’, Skog ‘hutan’, ataupun Warg ‘serigala’. Semua nama ini memiliki hubungan erat dengan alam (terbuka) yang begitu dipentingkan orang Swedia pada umumnya, dan terasa pula hubungan dengan masa lalu Swedia.
Keadaan dengan nama ini baru menjadi lucu ketika sebuah nama dalam suatu bahasa memiliki arti yang berbeda dalam bahasa yang lain. Nama Pinter merupakan contoh yang baik. Terasa sah-sah saja bahwa Pak Pinter ini dihargai. Perbandingan dengan sebutan seperti Pak Guru dan Pak Dokter susah dihindari. Dalam bahasa Swedia (dan pelbagai bahasa lainnya pula) terdapat nama Alis atau Alice. Berbicara mengenai Bu Alis dapat menimbulkan suatu pertanyaan saja: ada apa dengan alisnya? Nama keluarga saya sendiri (Muller) juga sering menjadi dan dijadikan bahan lelucon di Jawa. Namanya kok Molen? Nama depannya Pisang, ya? Emang enak dijadikan gorengan?
Ada nama yang dalam bahasanya sendiri tidak terasa pas jika artinya direnungkan sesaat. Permasalahannya, arti sebuah nama tidak selalu sesuai dengan sifat dan bentuk si pembawa. Misalkan seorang petinju atau satpam berbadan besar yang namanya Liljeblad, yaitu Daun Bakung. Atau, seorang perempuan kecil yang bernama Warg ‘serigala’. Bayangkan saja seorang Ibu Serigala yang saking kecilnya selalu dilewati orang lain dalam antrian di pasar, atau seorang Pak Daun Bakung yang menangkap lima preman dengan tangan satu. Tidak pas, rasanya.
Di Swedia kami punya kebiasaan yang terkadang terasa aneh berhubungan dengan nama. Di sini setiap hari merupakan hari suatu nama. Nama Bengt, misalnya, dirayakan pada tanggal 21 Maret, dan nama Silvia dirayakan pada tanggal 8 Agustus. Tanggal 10 Juli merupakan hari nama depan saya (yang bukan Pisang).
Lantaran nama-nama yang diberikan pada anak-anak berubah sesuai dengan zaman, kalender nama ini kadang-kadang perlu diperbarui. Nama-nama yang terdapat dalam kalender nama ini dari tahun 1901, misalnya, sekarang jarang sekali diberikan kepada anak-anak. Pada hari nama saya sekarang, seratus tahun yang lalu justru nama Canutus (yang belum pernah saya dengar) yang dirayakan.
Zaman kini ada yang mengusulkan supaya nama seperti Muhammad dan Aisyah dimasukkan ke dalam kalender nama ini sebab nama Islam sekarang semakin lumrah di Swedia. Namun, Pinter tidak bakal dimasukkan.
Penulis Sedang Menyelesaikan Kamus Swedia-Indonesia, Tinggal di Landskrona, Swedia
tags: Kopas author: bebek rewel comments: 3 Comments
Tahukah anda jika senapan mesin modern diciptakan oleh seorang dokter gigi? Dokter tersebut bernama Richard Jordan Gatling dan penemuannya populer sebagai ‘Gatling Gun’.

Menurut pengakuannya sendiri, Gatling begitu sedih saat melihat bagaimana setiap harinya para prajurit berangkat ke garis depan peperangan hanya untuk kemudian kembali dengan kondisi cacat, sakit ataupun mati. (Ketika itu, pada tahun 1861, perang saudara Amerika baru dimulai).
Lalu ia berinisiatif untuk menciptakan suatu benda yang dapat ‘meringankan’ penderitaan perang atau bahkan mengakhiri perang itu sendiri. Gatling berpikir bahwa banyaknya prajurit yang terluka atau mati di medan perang dapat dikurangi jika ia berhasil membuat suatu ‘alat pembunuh’ yang lebih efektif.
Alat tersebut harus dapat dioperasikan oleh beberapa orang saja, namun efektifitasnya sama dengan ratusan prajurit dengan senjata biasa. Ia berharap pada akhirnya jumlah prajurit yang maju ke medan perang dapat dikurangi.
Dengan senjata barunya yang dashyat itu, Gatling juga berharap agar berbagai pihak yang bertikai menjadi sadar akan buasnya peperangan sehingga terdorong untuk mengambil jalan perdamaian.
Jika Gatling Gun diciptakan dengan alasan ‘kemanusiaan’, beda lagi latar belakang penciptaan senapan mesin yang bernama ‘Maxim Machine Gun’.
Pada tahun 1881, seorang insinyur bernama Hiram Maxim mengunjungi pameran peralatan listrik di Perancis. Di pameran tersebut, Maxim bertemu dengan seseorang yang berkata kepadanya, “Jika kamu ingin mendapatkan banyak uang, ciptakanlah suatu alat yang dapat mempermudah orang-orang Eropa ini untuk saling menebas leher mereka.”
Dan pada tahun 1885, Maxim Machine Gun berhasil diciptakan…
tags: Kedai Bakmi author: bebek rewel comments: 1 Comment
Bagi sebagian orang, mendengar kata “Bahasa” maka yang tergambar di otaknya adalah sesuatu yang membosankan, mengantukkan seperti pelajaran Bahasa Indonesia pada umumnya.
Namun menurut daku, setidaknya ada 1 hal yang bernama Bahasa yang gak bosen-bosenin amat (walau kadang BT-in juga): Kolom Bahasa di Kompas!!
Artikel ini bisa dilihat langsung dari sumbernya di:
http://www.kompas.com/kompas-cetak/0111/17/dikbud/baha12.htm
——————————————————————————–Â
TAK pelak, hidung belang dan mata keranjang adalah setali tiga uang belaka. Keduanya berurusan dengan fornifikasi: bersetubuh bukan hanya dengan satu saja pasangan cinta, melainkan dengan berganti-ganti pasangan tanpa mengucapkan pernyataan cinta sekalipun.
Bagaimana istilah hidung belang dan mata keranjang lahir dan terpakai dalam khazanah perbahasaan Indonesia? Kisahnya menarik.
Istilah hidung belang lahir di Jakarta pada zaman yang amat menyulitkan bagi lelaki-lelaki Belanda, tepatnya abad ke-17 di masa awal pemberdirian VOC. Orang Belanda yang datang ke Indonesia pada zaman itu hampir semua tanpa istri dan karuan, seperti tulis Victor Ido dalam Indie in den gouden ouden tijd, menimbulkan masalah sosial dan moral yang pelik.
Salah satu masalah yang tak terhindarkan dari masa itu adalah berkembangnya secara leluasa pergundikan lelaki Belanda dengan perempuan-perempuan pribumi. Namun, seperti kata Adelante dalam Concubinaat bij de ambtenaren van het Binnenlandsch Bestuur in Nederlandsch-Indie, pergundikan yang merupakan pilihan sulit di depan jalan buntu meluas di antero negeri bukan saja di kalangan Belanda sipil dan pedagang, tetapi juga para penguasa.
Setidaknya pilihan konkubinase atau pergundikan yang dilakukan Belanda terhadap pribumi tersebut lebih aman, selain memang tidak ada jalan lebih nalar untuk menghadapi dorongan-dorongan insani, berhubung langkanya perempuan kulit putih di negeri ini. Salah seorang perempuan yang pernah terlibat cinta dengan lelaki Belanda, dan karenanya menimbulkan heboh, adalah Saartje Specx. Namun, oleh peristiwa tragis yang menimpa kekasihnya, maka lahirlah istilah ini: hidung belang.
Saartje Specx, sebagaimana dicatat oleh Hertog dalam Vrouwen naar Jacatra, adalah anak angkat Jan Pieterzoon Coen. Ia dicintai oleh Pieter Cortenhoeff, perwira pengawal sang Gubernur Jenderal. Pada suatu hari mereka kedapatan bercumbu bercinta di sebuah kamar. Coen geram sekali, lantas menghukum perwira muda itu, menuduhnya melakukan zina. Cortenhoeff digantung di tengah kota dengan lebih dulu dicorengi hidungnya dengan arang.
Sejak itu semua orang yang kedapatan berzina ditangkap, lantas dibelangi hidungnya atau dicorengi wajahnya dengan arang. Karenanya lahir istilah yang unik ini. Sekurangnya membelangi hidung dengan arang masih lebih lunak dan santun ketimbang yang dilakukan orang-orang sekarang, abad ke-21, menelanjangi dan mengarak di jalan, bahkan kemudian membakarnya.
Bagaimana dengan mata keranjang yang kira-kira setali tiga uang dengan hidung belang? Ini hanya persoalan kekeliruan melakukan transkripsi dan transliterasi tulisan Arab-gundul, yang merupakan tulisan awal Melayu, ke dalam aksara Latin. Dalam tulisan Arab-gundul, mata keranjang dibentuk dengan huruf-huruf mim digandeng dengan alif dan ta, lalu kaf digandeng ra menyusul nun, jim, dan ngain. Jadi, karena kaf dan ra disatukan, maka pelatinannya menjadi keranjang.
Kata depan ke pada waktu itu memang digabung dengan kata yang mengikutinya. Mestinya dengan Ejaan Yang Disempurnakan, mata keranjang ditulis sebagai mata ke ranjang, yang maksudnya adalah lelaki atau perempuan yang tergiur melihat dengan mata pada lawan seksnya, lantas pikirannya tertuju ke atas ranjang.
Setali tiga uang berurusan dengan kebijakan Belanda dulu membuat uang bernilai setali (25 sen) untuk meringkas dua keping nilai ketip (10 sen) dan satu keping nilai kelip (5 sen). Jadi, setali adalah tiga uang yang menjadi satu, maksudnya sama saja nilainya. Mudah-mudahan orang tidak membuat ungkapan pengganti sama saja dengan peruangan sekarang, menjadi Soekarno-Hatta satu uang, mengingat nilai Rp 100.000 telah meringkas menjadi satu lembar dan tak cukup untuk ongkos taksi tarif baru dari Jakarta Barat ke Jakarta Timur.
* Remy Sylado, munsyi yang tinggal di Jakarta.
tags: Kopas author: bebek rewel comments: 2 Comments
Well well well…
Karena banyak yang belum tahu kalo Pangeran William mengalami gejala kebotakan (ataupun bagi yang sudah tahu banyak yang belum pernah liat fotonya), maka bebek memutuskan untuk sedikit memajang foto “bukti” kebotakan pangeran ganteng ini.
Dikabarkan bahwa ia begitu cemas dengan celah kebotakan di kepalanya sehingga mendorongnya untuk menemui spesialis homeopathic (pengobatan alternative?). Sesuai saran temannya, mungkin ia akan mencoba akupuntur untuk menyelamatkan mahkotanya yang satu ini.
Sebelumnya, William hanya tertawa setiap kali ada orang yang membandingkannya dengan pamannya, Pangeran Edward, yang juga mengalami kebotakan. Namun sekarang masalah ini ditanggapinya dengan cukup serius. Dilaporkan juga bahwa William menempuh program diet dan meminum multivitamin untuk mencegah kebotakan lebih lanjut.
Selain masalah rambut, William juga mengalami masalah dengan matanya. Bersamaan dengan gosip kebotakan, dikatakan jika ia terancam untuk terpaksa memakai kacamata secara permanen. Dan untuk mencegah ketidak-kerenan yang satu ini, William mempertimbangkan untuk menempuh bedah laser mata. (Belum ada kabar apakah ia sudah menjalani operasi yang satu ini atau belum. Tapi heran ya, kok orang dengan mata minus bisa masuk akademi militer ya?)
Tidak cukup sampai di sana, rumor terakhir mengatakan bahwa calon Raja Inggris ini juga menderita buta warna ringan yang menghalangi keinginannya untuk menjadi pilot helikopter. Sekedar info, buta warna dapat mengakibatkan masalah serius pada saat terbang malam mengingat adanya kemungkinan memakai night vision goggles.
Mari kita segera beralih ke “bukti” yang dimaksud.
Di bawah ini adalah foto-foto keluarga kerajaan saat mampir ke akademi militer Sandhurst untuk menghadiri upacara kelulusan para kadet, April 2006. Salah satu kadet tersebut adalah Pangeran Harry yang dipanggil sebagai Officer Wales.

3 Pangeran Wales sedang ngumpul. Medali yang ada di seragam William dan Harry adalah medali Golden Jubilee yang diberikan kepada keluarga kerajaan untuk memperingati 50 tahun pemerintahan Ratu Elizabeth II.

Pangeran Harry memberi ciuman perpisahan kepada Camilla.Â

Inilah “bukti” yang kita tunggu-tunggu…
Pangeran William memberikan ciuman perpisahan kepada Camilla.
Sayangnya dia menoleh ke arah yang salah!!!
Foto botak Pangeran William (16 November 2007): http://www.dailymail.co.uk/pages/live/articles/news/news.html?in_article_id=494416&in_page_id=1770&in_page_id=1770&expand=true#StartComments
tags: Kedai Bakmi author: bebek rewel comments: 9 Comments
Bagi yang berminat untuk membaca essay singkat mengenai industri bokep, silahkan baca di http://www.bebekrewel.com/telaah-bokep/
Sebelum anda melanjutkan bacaan anda, sila baca “disclaimer” terlebih dahulu di sini.
Salah satu surat favorit bebek di KoKi sampai saat ini.
Tentang pembicaraan pacar Yos dengan orangtuanya, mungkin kalau versi Indonesia berjalan seperti ini:
Suatu saat kami mengadakan kunjungan. Sang pacar dengan suram dan ketakutan menuju arah mamanya.
“Ada khabar baru…” Suaranya terdengar penuh horor.
“Ada khabar apa?” Tanya mamanya penuh curiga.
“APA!!!? Kamu hamil!!?” Teriak bapaknya.
“Maaf, kami memang kurang hati-hati…” Sela saya pelan sambil menunduk.
“Saya pingin samenwonen (kumpul kebo).”
“!!!!!” Mamanya pingsan seketika
“Pergi kamu!!! Kamu bukan anak saya lagi!!” Teriak papanya.
Penasaran dengan versi “asli”nya??? Silahkan baca sendiri di bawah.
Ditulis oleh Yos di Almere, Belanda.
———————————————————————————–
Hallo Zev,
Saya seneng banget jika diperbolehkan sharing tentang pengalaman saya dalam berumah tangga dengan wanita bule. Semoga ada makna yang bisa kita renungkan dan diambil hikmahnya. Dan membuang hal – hal yang kurang cocok untuk diterapkan. Ketika saya menulis cerita ini, istri saya menemani saya sambil mesam- mesem, karena saya diperbolehkan menggunakan alamat e-mail dia, karena milik saya habis dipecundangi virus.
Nama saya Yos, 35 tahun asal Surabaya. Bekerja di kota tua Amsterdam (kota yang tidak pernah tidur). Tinggal bersama istri dan baby yang hampir berumur lima bulan di Almere, sebuah kota baru di propinsi Flevoland, yang dikatakan propinsi paling muda di negeri Belanda. Saya sudah menetap disini delapan tahun dan menetap di perumahan baru sekitar dua tahun lebih.
Istri saya bisa dibilang bule tulen. Karena sebelum menikah dengan saya, tahunya hanya budaya Belanda. Dia dilahirkan dikota Nijmegen, sebuah profinsi Gelderland yang sudah berbatasan dengan Jerman. Di keluarga besar familinya, vrienden club, tempat kerjanya hanya ditemukan orang asli kulit putih. Bisa dibanyangkan bagaimana minimnya pemahamannya tentang budaya timur, terutama dari Indonesia.
Menurut pengakuannya, juga pendapat orang tuanya, istri saya termasuk pemalu, bukan orang gaul terutama dengan orang yang masih belum dikenal. Bahwa akhirnya dia married dengan pemuda asal Indonesia bisa dikatakan surprise. Saya masih ingat saat saya diperkenalkan ke orang tuanya. Disaat musim zomer sudah tiba. Duduk santai di kursi, papa dan mamanya sudah menunggu kedatangan kami di halaman depan rumah yang nampak rapi, dihiasi tanaman bunga yang beraneka ragam. Papanya sedang asyik membaca surat khabar telegraaf, dan mamanya memegang majalah mingguan flair. Mentari bersinar ceria, bunga – bunga menebarkan bau harum khas eropa.
Dengan pernuh percaya diri, saya menghadiri undangan orang tuanya untuk acara kenis maken (kenalan). Walau saya mengenal istri saya waktu itu baru sekitar 6 minggu dan baru dua kali berkunjung ke rumah doi. Sang pacar waktu itu sudah memiliki rumah sendiri, yang jaraknya sekitar sepuluh menit jalan kaki dari rumah orang tuanya. Biasalah anak rumahan, dan putri satu – satunya. Nggak bisa tinggal berjauhan khawatir heimway (kangen).
“Hallo, goede middag ( selamat siang), “Saya menyapanya. Saya menjabat tangan papa dan mamanya. Mereka tergolong keluarga yang ramah. Menurut saya, keluarga yang open banget. Mereka juga mau bergaul ibarat teman, bukan bapak-anak. Dia lebih suka dipanggil first name-nya. Istri saya juga nggak jarang menyapa nama papa dan mamanya begitu saja. Saat acara kennis making , semua berjalan santai. Dan kebetulan nama depan papanya, sama dengan nama saya. Yang terasa unik ada tiga pertanyaan yang dilontarkan papanya, yang saat itu seperti beruntun. Saat itu saya seperti mengibaratkan wawancara melamar kerja.
1.Nama belakangmu siapa?
2.Kerjamu apa?
3.Hobby kamu apa?
Setelah menanyakan hobby, obrolan berkembang rileks dengan sendirinya. Ketika ngomongin hobby, ternyata beda banget dengan saya. Ternyata dia voetbal speler club NEC tahun tujuhpuluhan selama tujuh tahun, dan bernah bermain dengan nama nama bekend di dunia persepak bolaan . Hobby saya seni, jadi nggak ada ketemunya. Untungnya mamanya menambahkan,”Dia (suaminya) juga pernah ngikut kelompok band,lho? Dan dia sebagai penabuh drumnya.”
Akhirnya obrolan lebih menuju urusan seni, bukan bola. Karena saya nggak bisa ngikutin pembicaraannya. Akhirnya ketahuan, ternyata keluarga ini fanatik dengan sport channel. Bahkan istri saya, setiap malam nggak pernah ketinggalan ngikutin jurnaal perkembangan sepak bola kampionschap di dalam negeri maupun pertandingan Champion League eropa. Saya pun akhirnya ikut nonton sepak bola agar nggak ketinggalan jika diajak ngobrol. Acara kenalan dengan ortu sukses.
Suatu saat kami mengadakan kunjungan. Sang pacar dengan ceria dan gaya manjanya menuju arah mamanya. “Ada khabar baru,lho?” Suaranya terdengar agak kekanaan.
“Ada khabar apa?”Tanya mamanya.
“Ben je zwanger (kamu sedang hamil)?”Celetuk bapaknya ringan.
“Ah,nggak. Masih terlalu dini?”Sela saya cepat.
“Saya pingin samenwonen (kumpul kebo).”
“Oh…?”Reaksi mamanya, dengan santai.
“Weet je zeker (apakah kamu sudah yakin)?”Tanya papanya.
“ya.”
Dalam perkembangannya, samenwonen nggak bisa berjalan. Karena saya nggak bisa pindah kerja. Dan dia nggak dapat job yang cocok. Akhirnya rumah yang kita beli atas nama bersama, saya tempati, dan dia datang setiap weekend. Setelah surat – surat saya selesai, akhirnya kami menikah secara resmi. Berbusana adat Bali, saat sunzet mengukir warna merah tembaga dipinggiran pantai Kuta, kita mendapatkan pemberkatan secara kristiani dan dinikahkan secara sipil, yang diakui syah menurut agama, dan bagi pemerintahan Indonesia dan Belanda.
Ketika saya sudah memiliki momongan, perbincangan banyak mengenai bagaimana kita mendidik anak dalam dua kultur yang berbeda. Sejak awal saya sudah mengetahui kalau kultur barat lebih menitikberatkan pada sex education, dan pentingnya safe sex. Dibanding kultur Indonesia yang memegang teguh agama, serta norma untuk nggak ngelakuin seks sebelum menikah. Momongan saya kebetulan cewek. Otomatis, saya berpikir suatu saat akan besar, dan dihadapkan pada lingkungan pergaulan yang ada. Saya agak ngeri juga kalau mendengar beberapa cerita dari teman sejawat saya yang memiliki anak gadis.
Sejawat 1: “Saya sebentar lagi jadi oma,lho. Anak saya yang berumur 20 tahun sedang hamil. Rencananya sih dia nggak mau nikah, kok.”
Sejawat 2: “Saya tadi pagi agak kaget. Ternyata anak cewek saya (16 tahun) semalaman tidur dengan pacarnya di kamar, tanpa memberitahu sebelumnya.”
Sejawat 3: “Anak saya berumur 18 tahun, tapi masih perawan, dan nggak pernah ada cowok yang dikenalin ke rumah.”
Itu ada sekelumit yang saya cantumkan. Belum lagi ditempat kerja, ada mahasiswi praktek yang rela menjaga kehamilannya dengan boy friend-nya yang sudah broken. Mau menjadi single parent, tidak mau melakukan aborsi walaupun tidak melanggar hukum.
Walaupun seks seyogyanya dilakukan umur 18 menurut hukum, namun kenyataannya tidak demikian. Menurut jajak pendapat, remaja sudah melakukan acara coba- coba antara umur 14 dan 16 tahun. Jadi banyak juga yang sudah melakukan duluan. Walau untuk gadis baru usia 18 tahun untuk bisa mendapatkan pil kontrasepsi dari dokter.
Sayapun tercengang melihat sex education yang berbeda level-nya, serta cara pandang dan patokannya ini. Belum lama berselang acara penyuluhan seks untuk remaja – remaja bisa dinikmati dalam acara televisi yang bertitel neuken do je zo (bercinta itu lakukan seperti ini, lho). Diajarkan bagaimana melakukan oral sex dan beragam posisi dengan perinciannya yang detail. Nggak tanggung – tanggung, untuk memahami ini dibimbing oleh orang yang sudah berpengalaman dalam bidang ini.
Acara ini bisa menggaruk pemirsa sehingga muncul acara yang sedang heboh, sampe-sampe orang parlemen ikut memperbincangkannya. Judulnya “slikken (menelan) en spuiten (menyemprot).” Themanya nggak jauh- jauh. Tentang seks dan obat. Membaca judulnya saja, orang sudah bisa berpikir ngeres.
Seorang kelinci percobaan, secara berkala menggunakan beraneka ragam obat – obatan, dan menghadiri party -sejenis ini. Dipraktekkan penggunaan obat, mulai dari psikotropika hingga heroin. Dijelaskan efeknya, dan kemungkinan – kemungkinan yang muncul, serta pengaruhnya terhadap nafsu seks. Yang bikin saya mengelus dada, ketika presentator mengatakan, “Sekitar 7 prosen banyak pasangan yang making love didalam mobil. Dan tidak sedikit dilakukan ketika mobil sedang berjalan. Mari kita praktekkan bagaimana kemungkinan melakukannya, dan melihat keamananya”
Saya melihat cewek yang sedang melakukan oral seks terhadap pria yang sedang mengendarahi mobil. Dan juga dicobakan dalam berbagai posisi bercinta. Nafas saya belum putus, presentator berkata,”Bagaimana pengaruh rangsangan seksual bagi cewek yang sedang memarkir mobil.” Terlihat cewek yang sedang ngendarahin mobil, sedangkan tangan cowok sedang….Dan gambar ini nggak ada sensornya. Pelakunya dan alat genetalia-nya terlihat jelas. Nggak ada sensor. Nafas saya pun nggak jadi putus karena kesela tawa.
“Bagaimana hasil percobaannya?”Kata penyiar wanitanya.
Seorang pemuda berada dalam kamar yang ditemani cewek seksi. Yang satu gemuk, yang satu langsing. Dia disuruh mencobanya dan menjelaskan kenikmatannya dan perbedaannya. Ketawapun menjadi lebih keras ketika penyiar menuju kamar yang lain.
“Siapa yang pinter melakukan oral seks?” Katanya kepada pemuda yang ditutup matanya pakai kain. Yang diservise secara acak tanpa diketahui oleh cowok. Pelakunya adalah cewek, pria homo, dan transeksual.
“Nomor 3,”Jawabnya polos.
“Tau nggak siapa yang nomor tiga?”
“Nggak, tuh.”
“Transeksual.”
“Hah?!”Katanya terkejut, sambil diikutan suara ketawa yang ada di studio.
Dan nggak heran lagi acara ini ditandingi oleh seks ala Kim Holland. Bintang film porno asal Den Haag ini punya serial real life yang setelah beberapa seri mengundang geger. Acaranya berfokus tentang tiga hal, seks ,seks dan seks. Dan suatu hari mertua saya yang wanita baca potongan tentang artikel yang diteruskan kepada saya, sebelum kami liburan dan menikah di Indonesia. Saya sih sudah tahu tentang UU anti pornografi.
“Di Indonesia ciuman dijalan mau dilarang,lho?”Katanya polos.”Kalian harus hati – hati,” Tambahnya. “Di Indonesia nggak gampang nemuin orang ciuman disembarang tempat,” Sela saya.
Mertua saya juga paham, kalau saya orangnya tipe tradisional. Berciuman dengan istri yang berlebihan untuk show gratis yang bisa dilihat orang,juga risih. Ikut ke sauna bareng- bareng juga nggak nyaman. Ikutan berjemur juga bisa dihitung.
Sayapun masih ingat ada hal yang menurut saya mengundang kegelian, walaupun nggak saya tunjukkan. Sewaktu berada di Denpasar, saya dan istri saya menuju ke hotel tempat penginapan mertua. Hotel berbintang lima dikawasan pantai Kuta. Setelah bertanya kepada resepsi, dia segera menghubungi mertua.
Nggak lama kemudian mertua pria dan wanita muncul. Mereka rupanya sedang berenang. Dengan polosnya mertua saya menemui saya di resepsi yang saat itu ramai dikunjungi turis tersebut. Mertua pria bertelanjang dada dan menggundakan celana pendek, sedangkan ibu mertua menggunakan baju renang yang dibungkus kain yang tipis. Oh,cueknya.
Terima kasih banyak, Zev. Groetjes uit Almere – Holland
tags: Kopas author: bebek rewel comments: 5 Comments