bebek rewel

Men are from Mars, Women are from Venus, Duck is from Earth

Reborn: Hutomo Mandala Putra!

Sejak tahun 1998, kegiatan demo bukanlah hal yang asing bagi para penggemar berita. Bahkan karena saking seringnya, daku yakin pasti banyak di antara kita yang sudah bosan setengah mati dengan berita demo-demo tersebut.

Seakan sadar dengan kejenuhan pembaca, para pendemo pun seakan berlomba membuat sensasi untuk merebut lahan berita di media massa. Menjahit mulut, aksi mogok makan, pentas teatrikal, demo pengerahan massa (berikut anak dan istri) atau bahkan dengan memakai kostum-kostum khusus seperti foto di bawah ini.

fpi-bertopeng.jpg

Beberapa hari yang lalu, tepatnya Rabu tanggal 11 Oktober 2006, ada berita tentang sebuah demo yang cukup menarik perhatian bebek.

Judulnya: “Aksi untuk Tommy Soeharto”
http://www.kompas.com/ver1/BeritaFoto/0610/11/161131.htm

Wah… hari-hari sekarang orang makin berani ya membuat aksi demo yang kontroversial. Tapi bukan hal kontroversialnya yang membuat bebek takjub… T-SHIRT nya itu loh!! Imut banget pake warna oranye. Desainnya juga ga jelek-jelek amat. Walaupun daku agak ga setuju kenapa tulisan “reborn”-nya terpencil sendiri di sudut kiri atas.

reborn1.jpg

Kayanya tuh sekarang lagi trend kalo demo-demo pake baju seragam, poster seragam, bahkan yel-yel demonya mungkin bernada seragam juga kali ya? Demonya jadi terkesan direkayasa. (Rasanya kecil kemungkinan kalau orang yang demo spontan janjian dulu pake baju apa. Emangnya mau blind date kali?)

Mungkin bisnis bagus juga kalau buka toko khusus pernak-pernik demo. Jadi semacam toko yang menjual souvenir asli dan barang-barang untuk koleksi. Misalnya ya T-shirt HMP ini, cocok untuk bersantai di sore hari. Atau mungkin anda mau membeli 1 set lengkap kostum demo FPI seperti foto pertama? Gratis: pernak-pernik senjata mainan atau replika bom bunuh diri (Persediaan terbatas).

Itung-itung ya dalam rangka menyambut halloween gitu loh. (Bayangkan sambutan yang akan anda dapat di pesta halloween ketika anda datang dengan kostum tersebut. Kemudian sambil menodongkan senjata mainan, anda berkata, “Trick or Treat?” atau kalau mau menambah unsur horrornya mungkin bisa juga: “Duit atau nyawa melayang?”) Selain kostum, juga tersedia poster-poster demo untuk dikoleksi. Terutama poster-poster yang pernah muncul di koran-koran atau liputan berita TV.

Untuk memperlebar peluang bisnis, patut dipertimbangkan untuk menjual barang-barang keperluan demo ataupun menjadi event organizer untuk suatu demo.

Misalnya: paket standart demo ke kedubes Amrik==>
1. Menerima pesanan poster ukuran minimum A3 dengan desain-desain yang sudah disediakan. Tulisan default: AMERICA IS THE REAL TERRORIST!!
Jika hendak menulis kata-kata sendiri, maka hendaknya pemesanan dilakukan paling lambat 1 minggu di muka.

2. Menerima pesanan kostum-kostum demo.

3. Menyediakan 2 buah bendera Amerika ukuran sedang (asli Made in America) berikut korek api. Jika butuh bendera lebih, maka dapat dibeli langsung di toko dengan harga persatuan.

4. Kami juga akan membantu mengurus izin demo ke kepolisian, membantu pengaturan lalu lintas di seputar wilayah demo dan membantu menghubungi wartawan dan reporter TV untuk hasil reportase yang lebih maksimal.

5. Gratis 5 ban bekas untuk dibakar di jalanan. Barang akan langsung diantar ke tempat demo.

Entah ada ga ya yang niat buka toko pernak-pernik demo seperti yang bebek jabarkan di atas? Kalaupun ada… laku ga ya?? Kan bagus juga tuh untuk industri pariwisata. Di luar negri rasanya blum ada tuh toko yang jual pernak-pernik demo seperti ini.


Thai Coup? Ooo… you mean “That Carnival”??

Bukan maksud daku untuk menganggap remeh kejadian kudeta di negri gajah tersebut, tapi di mata bebek kudeta di sana memang terlihat aneh.

Kudeta.

Sebuah kata yang seakan dengan sendirinya mengandung kekerasan. Mungkin juga daku kenal kata tersebut pada suatu ketika di akhir bulan September beberapa tahun yang lalu. Waktu itu mungkin masih jamannya orde baru.

Saat itu, kudeta selalu dijodoh-jodohkan dengan kata G30S PKI. Jadi jangan heran kalau kata kudeta di otak bebek selalu berkonotasikan mengerikan dan berdarah-darah. Film PKI pun seakan tidak ada ubahnya dengan film horor yang wajib ditonton tiap tahun. (Dengan quotenya yang begitu daku ingat sampai sekarang, “Darah itu merah Jendral”)

Pada tanggal 19 September 2006, daku sebagai makhluk nocturnal (alias bebek malam) masih hidup ketika waktu menunjukkan sekitar pukul 4 pagi waktu Singapur. Seperti biasa, bebek mencek berita sebelum tidur dan tidak ada berita apapun yang begitu menarik perhatian bebek. Maka pergilah daku untuk tidur dengan tenang di atas kasur.

Bangun jam 11 (Harap jangan protes kenapa bebek bangun begitu siang!!). Seperti biasa juga, hal pertama yang bebek lakukan adalah membuka komputer. Klik huruf “e” gendut di samping tombol start dan duduk dengan tenang di depan layar komputer.

HIA!!!! MAKANAN APA INI??

Tertera judul di halaman utama (bbcnews.com) yang memberitakan bahwa terjadi kudeta di Thailand, lengkap dengan gambar tank. HEH? Daku cuma tertidur beberapa jam dan tiba-tiba aja terjadi kudeta di negara tetangga? Begitu ga percayanya akan kejadian ini, daku sampai mengecek tanggalan segala. Siapa tahu ternyata daku tidur berhari-hari, bukan cuma beberapa jam. Ternyata emang benar, daku cuma tertidur 7 jam.

Betapa dunia ini begitu cepat berubah…

Mulailah daku membuka semua halaman berita yang biasa daku kunjungi. bbcnews, kompas, detik, mediaindo… Nyari keterangan, apa sih sebenarnya yang terjadi di sana? Siapa yang mengkudeta? Apa reaksi si Thaksin? Apa reaksi rakyat? Apa reaksi Raja? Apa reaksi luar negri? Apa ada korban jiwa?

Untung saja semua sumber berita dengan serentak mengatakan: kudeta damai (bloodless coup) ini berlangsung tanpa memakan korban jiwa…

Eh??? Sebentar… kudeta? damai? Suatu pasangan kata yang aneh. Ibaratnya pasangan kata: bebek-rajin. Aneh bukan? Sejak kapan bebek menjadi rajin? (Dalam hal ini rajin belajar. Kalau untuk urusan ngelantur sih, jelas bebek SANGAT rajin) Sejak kapan kudeta bisa damai?

Keanehan yang terjadi tidak berhenti sampai di situ. Jika anda berpikir bahwa tank-tank dan tentara yang berkeliaran di jalanan akan membuat keadaan menjadi angker, maka anda akan “kecewa”. Sebab foto-foto yang bebek lihat di bbcnews ternyata bercerita lain…

Silahkan liat foto yang ini:

thai-coup1.jpg

Hellow?? Lagi ngapain mba??
Bisa dilihat pula kalau bukan cuma mba ini saja yang sedang “berpiknik”di sana. Di bagian kanan dan kiri foto terlihat banyak keluarga berkumpul untuk melihat-lihat.

Berikutnya:

thai-coup2.jpg

Dengan keterangan sebagai berikut (Hurup BESARnya bebek sendiri yang buat): Aurora Phillips, in Bangkok on holiday with friend Rachel, took this photo in the aftermath of Thailand’s coup. “We wanted to see history in action… We met some friendly soldiers who didn’t mind being in our snap shots, and SHOWED US THE BEST ANGLES to take photos.”

Foto lainnya pun tak kalah mencengangkan: Seorang pemuda tersenyum lebar sambil berfoto di depan tank yang dihiasi oleh bunga-bungaan!!

thai-coup3.JPG

Ini lagi kudeta apa lagi karnival ya? Kok malah jadi objek wisata gini? Apa jangan-jangan ini strategi rahasia pemerintah Thailand untuk menggiatkan industri pariwisata? Emang sih daku ikut senang tidak ada korban jiwa dalam usaha kudeta ini. Tapi apa ga terlalu nyantai tuh?

Belakangan malah ada yang lebih gila lagi: Pagelaran Go-Go Dance di depan sekelompok tentara!! (Senin 15 Sep?)

thai-coup4.bmp

Tarian ini disponsori oleh stasiun radio lokal. Entah apa yang ada di pikiran para pengelola radio itu. Mungkin juga pengelola radio tersebut melihat peluang pariwisata ini sehingga tidak ragu-ragu untuk turut serta memeriahkan karnival.

Yang pasti, bisa kita lihat di foto kalo di kanan belakang ada bapak tentara yang lagi mesam-mesem(-mesum??).

Buntut dari tarian ini, akhirnya para pemimpin kudeta buka suara juga (Potongan-potongan berita BBC): “We have to maintain the seriousness of the coup,” a military spokesman said.

The coup’s leaders said Monday’s go-go dancers – who appeared in skimpy camouflaged tops and pants – were the final straw.

“I don’t know what the organiser’s intention was but this should be the first and last of this type of dance performance. It’s totally inappropriate,” said coup spokesman Lt Gen Palangoon Klaharn.

Akhirnya mereka nyadar juga kalau karnival ini agak kelewat batas…


Bombs, Boobs, or Bust: Choose Your Weapon!

Wuah….. Artikel yang asli bikin ngakak!!

Sedih juga kalau selama ini ga tau ada penulis wanita yang sekocak ini.
Bebek jadi ikutan ngefans sama nih orang.

Setuju banget sih sama inti dari artikelnya.
Sex, bagaimanapun merupakan bagian yang lebih “alami dan wajar” dari kehidupan manusia daripada kekerasan.

Artikel aslinya dari jakarta post. Sayangnya daku tidak bisa dapetin alamat langsungnya. 
—————————————————————————————–

Julia Suryakusuma, Jakarta

I read with a mix of amusement and relief Abu Bakar Ba’asyir’s statement that Indonesian TV shows featuring scantily dressed women are more dangerous than the Bali bombs because they undermine public morality (The Jakarta Post, Sept. 20, 2006). Amusement, for obvious reasons, and relief as it would be a sad day indeed when bombs are considered more dangerous than half-nude women!

Relief also that the alleged spiritual leader of Jamaah Islamiyah and the head of Majelis Mujahidin Indonesia (MMI), a hard-line Islamic organization, is openly admitting his fear of women! Well, all powerful people have their Achilles heel, and his is hardly unique. In fact, fear of women has colored much of human history.

Historically — and in most countries and cultures, it seems that men have tried to contain and repress women’s sexual (and spiritual) power through religion and other forms of institutionalized power.

It’s easy to think of examples: The burning of witches in Salem, purdah or the forced wearing of the veil, genital mutilation, putting a premium on girls’ virginity, basing family honor on the sexual control of daughters and wives, exacting severe punishment for adultery (including stoning, legal in Iran), segregating girls and women from boys and men, and now in Indonesia, the enactment of Islamic inspired local ordinances that severely restrict women’s mobility and freedoms.

And, if it’s not repression, it’s exploitation — complementary forms of control and abuse — where women — adults and children — are used for men’s sexual gratification or profit through incest, rape, sexual harassment, battering, pornography and prostitution. Men create the demand and women have to provide the supply while at the same time being expected to embody virtue and morality. The hypocrisy is astounding, but it has been typical of the patriarchal religions that have molded most cultures of the world. It was not always that way, however.

In ancient Sumeria and Babylon, for example, the queen goddess was the center of the civilization. If she was not satisfied by the male of her choice, this was seen as a sign that the land would become infertile. Then, female sexuality was at the center of power, but now we have moved from cultures that celebrated feminine sexuality to ones that try to stigmatize it.

But they don’t always succeed. I, for one, can derive a lot of pleasure — and even power — from my own sexuality. When I walk into a reception in a strappy, sexy, evening gown, cleavage showing (a little goes a long way!), long legs (even a bit of thigh — horror of horrors!) flashing from the slits in my streaming, Barbie-style, red handkerchief dress, and my long black hair flowing, all eyes are on me.

It feels good! And it’s fun, for both me and the spectators. As a former fashion model, I’m used to putting myself on display. It’s just a show, as well as a form of art. They say that woman is a work of art — God’s work of art — so I’m just displaying God’s handiwork, am I not? Afterwards, I go home, take off my make-up and jewelry, put on a sexy nightie for my husband — albeit briefly — and be a … um …. good wife to him. You can imagine!

It’s all rather harmless really, so why does everyone get all excited and hot under the collar (and elsewhere) when it comes to sex? My question for Ba’asyir specifically is, how can he assert with such certainty that women have a powerfully corrupting influence, that “watching scantily clad women on television can destroy the faith of the believer”? (AFP, Sept. 20, 2006). Does he have extensive personal experience? If he does, then he’s a hypocrite. If he doesn’t, he should politely shut up and stick to matters he is more familiar with. Bombs maybe?

Beauty is in the eye of the beholder, they say, and lust and depravity is in the heart and mind of the man. When he was meditating under the bodhi tree, Buddha was tempted by, among other things, naked women. Did he budge? Did he flinch? Was the focus of his meditation diverted? No, because his faith was strong and steadfast.

Morality comes from within. We live in a world fraught with temptations — not just sexual — so better start pumping your morality muscle! Ironically, Ba’asyir seems to be tacitly admitting that he and his ilk have dirty minds and little faith. Those who need guns to convert people to their belief probably don’t even believe in God, because if they did they’d trust in Her alone to do the job. Would that not be the logical conclusion?

Why are people so uptight about nudity and sex, censoring it at every turn, yet so promiscuous about violence, which is truly vulgar and obscene? Hitler apparently was ‘celibate’ (i.e had problems getting it up), and we all know the horrors he caused. We live in a world that glorifies violence but if we glorified sex coupled with spirituality instead, we’d be all much better off.

Maybe Ba’asyir should expose himself more to female skin and roll around in the hay more, so to speak. Perhaps that might release some of the tension and nervous energy that seems to be causing him, and the Indonesian state, so much trouble. Hey, sex, power, politics — they’re all very closely related — hence my book, “Sex, Power and Nation”. Read it folks!

But not everything about Ba’asyir’s statement is bad. Inadvertently, he gave me a brilliant idea about how to deal with Muslim terrorist hijackers. Rather than bother about complicated and frustrating security measures, airlines should simply eliminate all male attendants on flights and have only nude female space waiters. Since a nude woman is apparently something that completely offends potential Muslim terrorists, they will naturally avoid flying! In fact, maybe we should all run around nude and there would finally be peace in the world!

The writer is the author of Sex, Power and Nation. She can be contacted at jsuryakusuma@mac.com or jskusuma@dnet.net.id.


The Sadistic Dentist

Selain menciptakan senapan mesin pertama, ternyata seorang dokter gigi yang lain menjadi penemu ide kursi listrik!! Namanya Dr. Albert P.Southwick, seorang dokter gigi yang juga insinyur dari New York.

Inspirasi memang bisa datang kapan saja dan di mana saja. Jika jaman dahulu kala Archimedes digosipkan menemukan bagaimana cara menghitung volume benda saat sedang asyik mandi, maka pada tahun 1881 pak dokter yang satu ini mendapat inspirasi saat menjadi saksi mata seorang pemabuk tua mati kesetrum listrik dari generator yang menyala. Ia begitu takjub melihat bagaimana orang tua tersebut mati dengan begitu cepat dan (terlihat) tanpa penderitaan sama sekali.

EUREKA!! Pada saat itu juga ia mendapat pencerahan…

Dr Southwick berkesimpulan bahwa listrik dapat menjadi alternatif yang patut dipertimbangkan untuk menghukuman mati para pesakitan. Bekerja sama dengan gurbernur New York saat itu, pak dokter memperjuangkan peng-legal-an hukuman mati dengan cara disetrum.

Hukum pertama yang memperbolehkan penggunaan listrik sebagai hukuman mati berlaku efektif mulai pada tanggal 1 Januari 1889.

Pada tanggal 6 Agustus 1890, jam 6 pagi waktu setempat, William Kemmler menjadi orang yang “beruntung” untuk dicatat oleh sejarah sebagai orang pertama yang dipanggang di kursi listrik. Ia didakwa membunuh kekasihnya dengan kapak.

Namun sayangnya Kemmler tidak seberuntung pemabuk tua yang menjadi sumber inspirasi ide kursi listrik. Kemmler tidak langsung mati “dengan tenang”. Ia shock dulu selama 17 detik, namun masih tetap hidup. 

Ternyata teknisi yang bertugas salah memprediksi voltase listrik yang diperlukan untuk membunuh seorang manusia. Voltase listrik akan ditingkatkan dua kali lipat dari 1000 volt menjadi 2000 volt. Sialnya, generator yang digunakan sebagai sumber listrik perlu di charge ulang!! Kemmler dibiarkan menunggu dalam keadaan gosong dan mengaduh kesakitan.

Usaha penyetruman kedua berlangsung selama 1 menit dengan hasil akhir berupa Kemmler yang akhirnya mati, bau daging terbakar yang memenuhi ruangan dan asap yang mengepul dari kepala Kemmler.

Beberapa kutipan tentang hukuman mati ini:
1. Westinghouse: “They would have done better using an axe”

2. Seorang reporter yang menyaksikan secara langsung: “An awful spectacle, far worse than hanging”

3. New York Herald: “Strong men fainted and fell like logs on the floor”

4. George Fell, asisten eksekutor: “The man never suffered a bit of pain”

dan terakhir….. quote dari pencetus ide kursi listrik, Alfred P. Southwick… “There is the culmination of ten years work and study!! We live in a higher civilization from this day.”

Entah apa yang dipelajari para dokter gigi di universitas sehingga mereka bisa menemukan ide untuk membuat senapan mesin dan kursi listrik. Yang pasti, mulai sekarang bebek gak bisa berpikir yang enggak-enggak begitu mendengar atau membaca kata “dokter gigi”.

Tidak sampai di sana, bebek mendapatkan iklan “mengerikan” yang seakan menjustifikasi anggapan ngawur bebek kalau dokter gigi mempunyai bakat alami menjadi seorang yang sadistis.

Iklan tersebut bisa diklik di sini==>2279.wmv


Perkenalkan, Ini Suami……-Suami saya…

Sebelum anda melanjutkan bacaan anda, sila baca “disclaimer” terlebih dahulu di sini.

Terjadi plagiarisme terhadap artikel ini untuk diposting di KoKi di kompas.com pada bulan November 2006.

Terima kasih kepada tanggapan yang cepat dari pihak kompas.com, terutama Zeverina.

Terima kasih juga kepada moderator Forum Pembaca Kompas ( http://www.groups.yahoo.com/group/Forum-Pembaca-Kompas/ ), Agus Hamonangan yang ikut mengirimkan surat pemberitahuan kepada pihak KCM tentang plagiarisme terahadap tulisan ini.

(See: Amarah Bebek Murka!!)

Artikel di bawah ini sebenarnya merupakan postingan bebek di salah satu milis.

Karena banyak orang yang merasa tulisan di bawah ini cukup menghibur, bebek jadi terdorong (dan tertarik) untuk menampangkannya di kedai bakmi.

Tulisan ini sudah agak diedit supaya lebih memenuhi kelayakan untuk berdiri sendiri sebagai artikel di bebekrewel.com

Note: Tulisan ini asli made in bebek rewel
———————————————————————————

Untuk kali ini, ijinkanlah bebek berperan sebagai debil alpukat untuk “membela” sistem 1 istri banyak suami… >:)

Menurut daku, yang diperlukan oleh seorang anak bukanlah siapakah lelaki yang menyumbangkan seciprat sperma untuk membuat dirinya, tapi siapakah yang berperan sebagai sosok seorang ayah sesungguhnya dalam pertumbuhannya.

Justru dengan sistem 4 ayah 1 ibu, anak-anak diuntungkan karena lebih banyak yang melindungi mereka jika ada apa-apa. Bahkan mungkin ada baiknya jika ke-empat ayah tersebut mengatur shift kerja mereka sehingga setidaknya ada 1 ayah yang selalu berjaga di rumah setiap saat. Menjaga keluarga dari marabahaya. (Misal: Kalau ada perampok yang masuk rumah, setidaknya ada seorang lelaki dewasa yang akan melindungi ibu dan anak-anaknya)

Selain itu, 4 ayah berarti adanya 4 tulang punggung keluarga. (EMPAT saudara-saudara!! E-M-P-A-T!! bukan 1 atau 2 atau 3, tapi EMPAT sumber pemasukan keluarga!!) Jadi secara keseluruhan, kesejahteraan keluarga menjadi lebih baik.

Biaya perawatan anakpun lebih terjamin. Jika yang 1 terkena PHK, masih ada 3 lainnya yang bekerja. Tentunya yang terkena PHK itu juga akan merasa gengsi dan malu terhadap 3 suami lainnya, sehingga ia akan berusaha mendapatkan kerja secepatnya.

Poliandri juga baik untuk mengurangi jumlah penduduk. Sebab, walaupun ada 4 pejantan yang siap membuahi, tapi pabrik anaknya cuma 1!! Jadinya ya dalam jangka panjang akan mengurangi jumlah penduduk dan anak-anak yang dibuat pun diharapkan lebih “berkualitas”. (Ya itulah, karena biaya perawatan anak datang dari 4 sumber pemasukan) Intinya: turunkan kuantitas, naikkan kualitas!!

Kalau poligami bisa mengakibatkan persaingan di antara para istri dan anak-anaknya, poliandri mungkin bisa memberikan efek perdamaian. Sebab pada saat seorang anak tidak jelas siapa ayahnya (Pokoknya di antara 4 itu! Eh, diluar 4 itu juga bisa ding), maka para ayah akan tetap memberikan perhatian kepada si anak. Masing-masing ayah akan menganggap anak tersebut adalah anaknya. (Kalau di poligamikan, bisa ada resiko setiap anak membangga-banggakan ibunya doang dan menjelekkan ibu dari anak yang lain)

Para ayah tersebut punya teman untuk ngobrol malam-malam, teman untuk main catur, main panco (Kalau mau juga bisa buat turnamen kecil-kecilan) ataupun main kartu (Pas 4 orang! Cocok buat maen capsa, maen mahjong juga bisa). Nonton bola di rumah pun menjadi lebih semarak!

Dengan sistem 4 suami pula para pria bisa belajar menekan rasa egoisnya dengan saling berbagi, bertoleransi dan bersabar. Ingat, Tuhan suka orang sabar… (Maap Tuhan, nama Anda “terpaksa” saya bawa-bawa)

Rewelnya istri pun menjadi lebih berkurang. Bayangkan jika seorang suami punya 4 istri. Maka dalam 24 jam, akan ada 4 orang istri yang berpotensi untuk mengomel dan mengeluh di kuping suami. Tapi JIKA 4 suami 1 istri, maka rata-rata kemungkinan masing-masing suami di-rese-in istri adalah maksimal 6 jam sehari. (Dengan asumsi ngawur bahwa sang istri mengomel selama 24 jam non-stop)

Sudah menjadi pengetahuan umum pula jika umur harapan hidup pria lebih pendek. Jadi, setidaknya jika seorang suami mati, sang istri tidak akan langsung menjadi janda, masih ada 3 orang suami yang menemani. Sementara jika sang istri yang mati, maka para suami bisa memilih untuk segera kawin lagi atau menjomblo. (Point bebek di sini: Kalau seorang wanita menjadi janda, maka ia lebih sulit untuk mencari suami daripada seorang duda mencari istri)

Sekarang mari kita tinjau dari sudut seksualitas. Sudah menjadi keluhan umum di rubrik konsultasi kalau banyak wanita gagal mencapai orgasme karena suami cepat selesai atau tidur begitu saja setelah mencapai puncak. Padahal pada umumnya, wanita itu lebih lambat panas daripada pria.

Nah… dengan adanya 4 suami, maka suami-suami tersebut bisa ber-estafet ria. Jika istri lambat panas dan blum panas-panas juga, maka jangan kuatir, masih ada rekan anda yang akan meneruskan perjuangan membawa istri menuju ke puncak kenikmatan. (Menuju puncak, gemilang cahaya, mengukir cinta, SEJUTA RASA…. Kyaaaaaaa…!! )

Poliandri secara sekilas juga sesuai dengan kodrat seks manusia. Laki-laki pada umumnya hanya dapat orgasme 1 kali lalu keabisan tenaga, sementara wanita bisa orgasme berkali-kali, bahkan organ seksualnyapun tidak usah membutuhkan persiapan terlalu banyak seperti halnya laki-laki. (Kan harus nungguin Joy-sticknya berdiri dulu…)

Jika wanita berhalangan pun (Entah apapun alasannya…), laki-laki bisa dengan mudah swalayan karena organ seksnya terbuka dan menggantung di luar tubuh. (Tidak seperti perempuan yang organnya lebih tersembunyi, jadi lebih ribet kalau mau swalayan)

Akhir kata, bebek menyimpulkan (lagi-lagi) secara SEPIHAK bahwa poliandri “lebih baik” daripada poligami…
———————————————————–

Topik lainnya yang bebek simpulkan secara sepihak: “Apakah Doraemon merupakan suami yang ideal?”